Jumat, 25 September 2009

INI SALAH SATU ARTIKEL KEJADIAN BENTROKAN DI SOLO ANTARA LASKAR SOLO DAN PREMAN SOLO .

Aktivis Islam Ditangkap, Preman Dibebaskan
Thursday, 03 July 2008
Sikap para pemabuk itu benar-benar keterlaluan. Diingatkan bukannya sadar dan insyaf, malah melawan dan
menghina. Mereka pun menebarkan teror dengan mengancam aktivis masjid yang mengingatkannya. Akhirnya, bentrok
pun terjadi antara preman pemabuk dan para aktivis masjid. Preman yang bernama Heru Yulianto alias Kipli tewas.
Edi Lukito, Ketua DPP Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS), menjelaskan kronologi penyerangan para preman itu
terhadap jamaah Masjid Muslimin, Kusumodilagan, Surakarta kepada Suara Islam. Ia mengatakan, bentrok massal itu
diawali oleh peristiwa pada Sabtu, 8 Maret 2008, pukul 20.00 WIB. Kala itu, enam orang termasuk Kipli, sedang mabukmabukan
di sekitar pertigaan Pasar Besi, Kusumodilagan. Beberapa jamaah masjid yang berjarak ± 50 m dari tempat
mereka mabuk, kemudian mengingatkan secara baik-baik agar para pemabuk itu tidak mabuk di tempat itu. Para
pemabuk itu pun pergi. Namun ketika pergi itu mereka mengeluarkan kata-kata kotor (Jawa: misuh-misuh).
Permasalahan tidak lantas berakhir. Di waktu yang lain, Kipli mendatangi rumah Abu Hurairah sambil membawa pedang.
Ia menggedor pintu rumah Abu Hurairah sambil berkata, ”Mana Abu Hurairah, tak patenane! (mau saya
bunuh!)” Ia kemudian mondar-mandir di depan Masjid Muslimin sambil membawa pedang dan berkata,
“Mana sih orang Islam, tak cukur jenggotnya, tak slomot (mau saya sundut) rokok mukanya.” Kejadian
tersebut disaksikan oleh jamaah masjid dan warga sekitar. Pada Kamis, 11 Maret 2008, pukul 20.00 WIB di sekitar
pertigaan daerah Pasar Besi Kusumodilagan, tiga orang pemuda termasuk Kipli kembali mabuk. Ia kembali diingatkan.
Namun yang terjadi ia justru mengancam dengan membawa senjata tajam (2 bilah pedang) dan kembali mencari Abu
Hurairah. Ahad, 15 Maret 2008, pukul 19.30 WIB, mereka mengulangi ancamannnya terhadap Abu Huroiroh. Ia katanya
akan membunuhnya. Pada Senin, 17 Maret 2008, sejak pukul 18.30 hingga 21.00 WIB para preman yang jumlahnya
lebih kurang 50 orang itu berkumpul dan mereka pun mabuk. Mereka diduga akan menyerang Masjid Muslimin.
Mengetahui hal itu, jamaah masjid pun berjaga-jaga. Mereka kurang lebih 50 orang. Salah seorang jamaah kemudian
menelpon Polsekta Pasar Kliwon dan diterima polisi jaga bernama Samingun. Namun aparat kepolisian tidak segera
merespon aduan itu. Sementara itu, sepuluh orang jamaah masjid memantau situasi di jalan utara Masjid Muslimin. Dari
arah timur, tampak kelompok yang dipimpin Kipli semakin banyak. Sebagian membawa pedang dan pentungan. Salah
seorang anggota jamaah kembali menelpon polisi, kali ini ke Kasat Intel Poltabes, Jaka Wibawa. Jawabannya, Jaka
berjanji untuk segera mengirim aparatnya ke lokasi. Saat itu tiba-tiba kelompok Kipli merangsek ke arah barat sambil
mengacung-ngacungkan pedang. Sepuluh orang jamaah yang berjaga-jaga dan memantau gerak gerik kelompok
preman itu spontan bertakbir. Mendengar takbir, jamaah segera keluar dari masjid. Para pemabuk dan preman dengan
menggunakan senjata berupa pedang, besi dan lainnya langsung menyerang jamaah masjid yang ada tepat di jalan
utara Masjid Muslimin. Mendapat serangan seperti itu, jamaah masjid terpaksa membela diri. Tawuran pun tak dapat di
hindarkan. Sayangnya aparat tak kunjung datang. Polisi justru datang setelah bentrokan selesai. Perlakukan
Sewenang-wenang Setelah tawuran, sebagian besar jamaah membubarkan diri dan sebagian kecil berjaga-jaga di
masjid. Penyerangan oleh preman itu mengundang simpati beberapa elemen masyarakat untuk berpartisipasi menjaga
Masjid Muslimin. Pada saat seperti itu, tersiar kabar Kipli mati di rumah sakit Kustati. Penjagaan aparat semakin
bertambah. Polisi kemudian mendekat ke Masjid Muslimin. Tiba-tiba aparat kepolisian itu meminta jamaah masjid yang
ada di dalam masjid segera keluar untuk kemudian dibawa ke Poltabes. Beberapa elemen yang bersimpati dan berjaga
di luar masjid Muslimin pun ditangkap paksa dan diangkut dengan truk Dalmas ke Poltabes. Mereka ditangkap tanpa
dilengkapi surat penangkapan. Atas bujukan dua orang negosiator yang di dalam masjid akhirnya sebanyak 117 orang
terpaksa keluar menuju truk Dalmas dengan jaminan tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh aparat. Untuk
membuktikan janji polisi itu, beberapa takmir masjid memantaunya ke Poltabes. Namun janji polisi itu bohong. Polisi
menurunkan para jamaah masjid itu dengan tendangan, injakan dan pukulan serta makian. Kata-kata kotor pun keluar
dari lisan oknum polisi seperti: ''Bajingan, whedus-whedus “embeeek”(kambing), kethek-kethek (monyet).
Ini mau jihad atau mau perang?'' Bahkan, menurut Edi Lukito, bendera tauhid Islam yang bertuliskan La illaha ilallah
pun diperlakukan tidak sewajarnya. Jamaah masjid ini lalu disuruh melepas baju/kaos dan berjalan sambil jongkok dari
halaman Reskrim menuju aula Reskrim lantai dua, sambil ditendang aparat. Melihat kejadian ini beberapa orang takmir
masjid meminta kepada salah seorang Kanit di intel, Syakir dan Kanit di Reskrim, AKP Digdo Kristanto untuk
menghentikan perlakuan sewenang-wenang tersebut. ”Tetapi kami justru diusir dari lokasi tersebut. Kami pun
pulang namun penganiayaan secara bersama-sama yang dipimpin AKP Antonius Digdo Kristanto itu terus
berlanjut,” ujar Edi. Disesalkan Ketua Forum Ukhuwah Jamaah Masjid (FUJAS) Surakarta, Dr Mu'inudinillah,
mengutip kesaksian dari beberapa orang aktivis masjid yang ditangkap membenarkan adanya pemukulan itu. Ia
mengatakan bahwa para jamaah itu memang telah mendapatkan perlakukan yang sewenang-wenang dari oknum polisi.
”Mereka dipukuli, ditendang, dan dikata-katai kotor,” ujarnya pada Suara Islam. Mu'idinillah sangat
menyesalkan tindakan polisi itu. Seharusnya polisi itu bisa membedakan antara tindakan kriminal dengan peristiwa
perang. ”Apalagi para aktivis masjid saat itu membela diri dari serangan preman itu,” ujarnya. Karena
itulah ia pun meminta polisi untuk menghentikan tindakan kekerasan itu. Hal yang sama juga disampaikan ketua MUI
Kota Surakarta, Prof. Moch Soleh Ichrom Phd. MUI sebenarnya sudah mengonfirmasi polisi kebenaran peristiwa itu. MUI
mendapat jawaban yang bervariasi dari polisi. Namun berdasarkan pengakuan para saksi, polisi memang telah
memperlakukan para aktivis yang ditangkap itu sewenang-wenang. ”Tindakan polisi itu tidak benar dan
melanggar HAM,” ujarnya ketika dihubungi Suara Islam. Perlakuan polisi itu juga disesalkan oleh KH Mudzakir
Shiddiq, ketua Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS). Menurutnya polisi itu harusnya bersikap arif terhadap aktivis
masjid yang ditangkap itu. ”Jangan asal gebuk,” ujarnya. Yang sangat disesalkan oleh umat Islam selain
itu adalah sikap polisi yang tidak adil. Mereka mempertanyakan kenapa hanya para aktivis masjid yang ditangkap. Meski
sumber di kepolisian mengatakan kepada MUI akan memproses semuanya, namun kenyataannya sampai saat ini para
preman itu tidak ditangkap. ”Harusnya polisi bersikap adil,” ujar Dr Mu'inudinillah. Bentrok antara para
Suara-Islam.com - Situs Berita Islam Terdepan
http://suara-islam.com Menggunakan Joomla! Generated: 15 June, 2009, 22:44
aktivis masjid dan preman itu sehingga ada yang tewas disesalkan banyak pihak. Namun katanya, itu tidak akan terjadi
kalau aparat kepolisian bersikap tegas terhadap ulah para preman yang selama ini meresahkan warga. Termasuk dalam
memberantas minuman keras. ”Kan tentang minuman keras itu ada undang-undang yang melarangnya, ”
ujarnya KH Mudzakir. Sementara itu beberapa waktu setelah peristiwa itu, Kapoltabes Solo Kombes Pol Syukrani
didampingi Kapolsektabes Pasar Kliwon AKP Arif Joko kepada wartawan mengatakan bahwa bentrokan yang sempat
memakan korban jiwa itu bisa dilerai. ”Situasi di lokasi sudah pulih. Sejumlah orang masih dimintai
keterangan,” tandasnya. Ketika berita itu dibuat, polisi sudah menahan tujuh aktivis masjid sebagai tersangka.
Sementara itu MUI terus berkoordinasi baik dengan DPRD, ormas Islam maupun polisi untuk menyelesaikan kasus ini
sebaik-baiknya. [pendi/www.suara-islam.com]
Suara-Islam.com - Situs Berita Islam Terdepan
http://

Tidak ada komentar:

Posting Komentar