Sabtu, 26 September 2009

Siapakah Yang Bersedia Mengemban Panji Tauhid Ini?

Tatkala menyaksikan realita kedukaan penuh nestapa lagi memilukan, yang menimpa sebagian besar kaum muslimin, tentunya hati seorang mukmin akan merasakan suatu ke-pedihan dan bahkan keputus asaan. Hatinya akan semakin bertambah pilu manakala menyaksikan bahwa ternyata mereka adalah sekelompok pribadi yang mudah sekali diombang-ambingkan berbagai perbu-atan bid’ah dan syirik.

Yang mereka perbuat hanyalah mengu-mandangkan wirid-wirid bid’ah dan senan-dung puja-puji syirik sambil melenggak-leng-gokkan kepala, terlebih lagi apabila diiringi gemerincing rebana, tatkala mereka mempe-ringati malam-malam yang mereka duga se-bagai malam maulid.

Ternyata, hal ini dikerjakan secara komu-nal dan berjama’ah, sehingga gemanya saling bersahutan, bagaikan air bah yang menerjang deras. Mereka keramatkan kuburan-kuburan dan beristighātsah kepadanya, dan mengusap wajah-wajah mereka dengan tanah kuburan tersebut sambil berguling-guling dan meme-gang tirai atau kelambu kuburan tersebut. Bahkan terdengar pula teriakan nyaring saling bersahutan yang meluncur deras lagi keras dari mulut mereka, baik laki-laki maupun pe-rempuan, yaitu teriakan kotor:

“Wahai fulan, berilah kami pertolongan...! Wahai fulan, berilah kami rezeki…....”!!!

Terkadang di antara mereka ada yang sam-pai harus menempuh perrjalanan jauh selama berhari-hari dan dengan menahan rasa penat yang tidak sedikit, tiada lain hanya untuk me-nepati nadzar mereka untuk menyembelih kurban di hadapan suatu kuburan keramat, seraya berharap mendapatkan pahala dan berkah, serta berharap memperoleh bantuan dan pertolongan.

Subhānallah!...Sudah begitu parahkah gambaran Islam yang ada dalam benak orang-orang sesat tersebut? Sesungguhnya hal ini merupakan salah satu hasil penja-jahan dan konspirasi jahat (atau bualan) yang dilakukan oleh kaum Darwisy (pe-muka Sufi) dengan beragam kesyirikan yang mereka jajakan sebagai barang da-gangan yang ditujukan kepada mayoritas kaum muslimin. Dan betapa mengenas-kannya kenyataan ini apabila kita analo-gikan dengan gambaran kehidupan jahi-liyyah pada generasi sebelumnya!

Maka, bagaimana mungkin kita dapat merasakan nikmatnya makan dan minum, sementara kita masih terus menyaksikan khurāfāt ini banyak dipamerkan oleh ke-banyakan kaum muslimin yang awam?

Dan masih mungkinkah bagi kita un-tuk merasakan kenikmatan hidup, semen-tara kesesatan ini masih terus menghing-gapi hati-hati mereka, yang merupakan wujud persekongkolan jahat kaum Dar-wisy, para ahli khurāfāt dan para durjana penyebar kerusakan?

Sesungguhnya kaum muslimin (sau-dara kita) yang banyak terjatuh dalam perbuatan ini adalah amanat (dakwah) yang diembankan kepada kita, maka di manakah para ulama serta di manakah para da'i dan reformis dakwah, baik yang ada di barat maupun di timur?

Apa sajakah yang telah kita korbankan untuk memaparkan dan menjelaskan se-cara gamblang misi utama agama ini, yaitu menegakkan panji tauhid dan syahādāt?

Sesungguhnya panji tauhid adalah panji utama yang diperjuangkan oleh para nabi, sebagaimana Allah swt berfirman:

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku [QS. al-Anbiyā' (21): 25]

Panji ini merupakan wasiat yang diestafet-kan Rasulullah saw kepada Mu'adz bin Jabal ketika diutus menjadi duta da'wah ke Yaman, yaitu untuk memulai dakwahnya dari hal yang paling penting hingga yang penting be-rikutnya, di mana beliau bersabda:

(( إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْكَ لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَ لَيْلَةٍ........ ))

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari ahli kitab, oleh karena itu ketika engkau berada di hadapan mereka maka ajaklah mereka untuk bersaksi dengan Lā Ilāha Illallah dan bahwa Muhammad adalah rasulullah. Dan apa-bila mereka menyambut ajakanmu tersebut, maka beritahukanlah kepada mereka tentang perintah Allah, yaitu kewajiban mengerjakan shalat lima waktu dalam sehari-semalam…” [HR. al-Bukhāri dalam Kitāb al-Zakāh Bāb Wujūb al-Zakāh (3/261) No. 1395, dan Muslim dalam Kitāb al-Īmān, Bāb al-Du'ā ilā' al-Sya-hādatayn (1/50) No. 19]

Bahkan meskipun di saat sedang meregang nyawa menghadapi sakaratul maut, beliau tetap mengobarkan panji tauhid tersebut, yaitu dengan memperingatkan ummatnya tentang bahaya perbuatan syirik, di mana beliau ber-sabda:

لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الْيَهُوْدِ وَ النَّصَارَى، اِتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nash-rani karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabinya sebagai masjid (keramaian, tempat ibadah atau wisata religius)” [HR. al-Bu-khāri dalam Kitāb al-Maghāzī Bāb Maradh al-Nabiy saw (8/140) No. 4445, dan Muslim dalam Kitāb al-Masājid wa Mawādhi' al-Shalāh Bāb al-Nahyi ‘an Binā’i al-Masājid 'alā al-Qubūr (1/377) No. 531]

Alangkah berharapnya ummat ini ter-hadap wasiat semacam ini? Dan alangkah berharapnya ummat ini untuk dapat me-megang teguh wasiat ini dengan seopti-mal mungkin? Hal ini tiada lain dikare-nakan keuniversalan dan keagungan misi tauhid merupakan titik tolak utama dari perjalanan sebuah da'wah, dan merupa-kan tanggung jawab da'wah paling asasi yang harus diberikan porsi yang sangat memadai.

Sudah sepantasnya bagi seorang mus-lim untuk berduka-cita dengan sangat mendalam, manakala dia merasakan bah-wa misi utama kehidupannya hanyalah menyibukkan diri dari hal yang kurang utama, atau bahkan malahan dengan me-lalaikan hal yang utama tersebut. Atau ketika hidupnya hanya berputar dari satu logika filsafat mantiq ke logika lainnya, dan bahkan dengan melalaikan misi tauhid!

Sebaliknya, terkadang kitapun men-jumpai sekelompok da'i yang memiliki kesensitifan da'wah dan kesungguhan untuk mengemban misi tauhid, namun mereka melakukan beberapa kesalahan, yaitu keinginan meniti jalan tauhid namun dengan membuat orang lain berpaling dan lari dari dakwahnya. Maka. Alangkah nikmatnya apabila kita dapat menyan-dingkan dua hal yang berbeda sebagai-mana gambaran tersebut di atas, yaitu meniti kemurnian manhaj (dengan meng-utamakan misi tauhid) dan memiliki ke-cakapan dalam mempergunakan sarana (dengan tidak membuat orang lain ber-paling)!

Maka, siapakah yang bersedia mengemban panji tauhid ini?

وَ رَوَى الْبَغَوِيُّ فِي الصَّحَابَةِ أَنَّ النُّعْمَانَ بْنَ قَوْقَلٍ قَالَ يَوْمَ أُحُدٍ: أَقْسَمْتُ عَلَيْكَ يَا رَبِّ أَنْ لاَ تَغِيْبَ الشَّمْسُ حَتَّى أَطَأَ بِعُرْجَتِيْ فِي الْجَنَّةِ، فَاسَتُشْهِدَ ذَلِكَ الْيَوْمَ، فَقَالَ النَّبِيُّ : (( لَقَدْ رَأَيْتُهُ فِي الْجَنَّةِ ))

al-Baghawiy meriwayatkan tentang seorang al-Shahābah bahwa al-Nu`mān bin Qawqal berkata saat perang Uhud: “Aku bersumpah kepada-Mu, ya Rabb, agar

matahari tidak terbenam, sebelum aku berhasil menggapai tanggaku di dalam syurga”. Kemudian beliaupun mati syahid pada hari itu. Maka, Rasulullah saw bersabda mengenai diri al-Nu`mān: “Sesungguhnya aku melihatnya telah berada di dalam syurga” (Fath al-Bāriy: 6/51 dan ‘Awn al-Ma`būd: 7/281)

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ:

( سَيَأْتِيْ نَاسٌ يُجَادِلُوْنَكُمْ بِشُبُهَاتِ الْقُرْآنِ

فَخُذُوْهُمْ بِالسُّنَنِ فَإِنَّ أَصْحَابَ السُّنَنِ أَعْلَمُ بِكِتَابِ اللهِ )

‘Umar bin al-Khaththāb ra berkata: “Pada suatu waktu akan muncul

satu golongan yang mendebat kalian (Ahlus Sunnah) dengan syubuhat

al-Qur’an, maka bantahlah mereka dengan sunnah, karena Ahlus Sunnah

adalah orang-orang yang paling mengerti al-Qur’an” (al-Syarī’ah: 181)

سَأَلَ رَجُلٌ الشَّافِعِيَّ فَقَالَ: يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ، أَيُّمَا أَفْضَلُ لِلرَّجُلِ: أَنْ يُمَكَّنَ أَوْ يُبْتَلَى: فَقَالَ الشَّافِعِيُّ: لاَ يُمَكَّنَ حتى يُبْتَلَى، فَإِنَّ اللهَ ابْتَلَى نُوْحًا وَ إِبْرَاهِيْمَ وَ مُوْسَى وَ عِيْسَى وَ مُحَمَّدًا صَلَوَاتُ اللهِ وَ سَلاَمُهُ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ، فَلَمَّا صَبَرُوْا مَكَّنَهُمْ، فَلاَ يَظُنُّ أَحَدٌ أَنْ يَخْلُصَ مِنَ اْلأَلَمِ الْبَتَّةَ

Seseorang bertanya kepada Imam al-Syāfi`iy: “Wahai Abu ‘Abdillah! Manakah yang lebih utama bagi seseorang: Diberi kekuasaan ataukah diberi ujian? Beliau menjawab: Seseorang tidak akan diberi kekuasaan sebelum dia diberi ujian.

Sesungguhnya Allah telah memberikan ujian kepada Nuh, Ibrahim, Musa, ‘Isa dan Muhammad –semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam-Nya kepada mereka semua–. Ketika mereka bersabar menghadapinya, maka Allah akan memberikan kekuasaan kepada mereka. Oleh karena itu, janganlah seseorang mengira bahwa dia bisa lepas dari bencana sedikitpun” (al-Fawā’id: 227)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar