Sabtu, 26 September 2009

Kita pasti menang jika kita mau melawan

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Konon, Mao Tse Tung (Mao Zhedong, menurut dialek yang lain) sang pemimpin besar Republik Rakyat Cina yang memerintah secara absolut hingga akhir hayatnya memiliki kebijakan yang unik untuk memelihara stabilitas negerinya. Menurut sebagian sumber, Mao mengirimkan instruksi kepada kepala-kepala polisi di seluruh pelosok RRC untuk mengeksekusi sejumlah orang setiap bulannya, sesuai kuota yang telah ia tentukan sendiri. Tuduhannya boleh dikarang-karang sendiri, asalkan kuota jumlah kematian terpenuhi. Eksekusi pun dilakukan di tengah kota, dan para terpidana mati itu digantung di atas gedung-gedung tinggi, setelah sebelumnya dihina dan dipermalukan di depan umum. Rakyat pun menyaksikan kekejaman dengan mata kepalanya sendiri, dan akhirnya sedikit saja yang berani melawan pemerintah komunis di negeri itu. Seorang wanita bahkan ditembak mati, dan setelah itu biaya pelurunya dibebankan pada keluarganya sendiri.

Joseph Stalin konon sangat menikmati saat-saat duduk di ruang kerjanya, menandatangani surat keputusan eksekusi yang disertai lampiran daftar nama orang yang tidak lain adalah warganya sendiri. Di ruang yang tenang itu, barangkali ia merasakan sensasi ‘menjadi Tuhan’ yang bisa menentukan hidup-matinya seseorang, mirip seperti seorang raja zalim yang pernah sesumbar di hadapan Nabi Ibrahim as. Sang raja mengalami blunder ketika Nabi Ibrahim as. menyuruhnya menerbitkan matahari dari arah barat, sedangkan Stalin kemungkinan besar merasa malu sekali ketika berjumpa dengan malaikat maut yang ternyata tidak merasa pernah bersekutu dengannya.

Daftar panjang kekejaman manusia tidak akan habis dirunut oleh blogger manapun. Mulai dari anak Nabi Adam as. yang membunuh saudaranya sendiri (padahal saat itu di Bumi hanya ada satu keluarga manusia), Hindun yang merobek perut dan dada Hamzah ra. yang telah syahid, para serdadu Mesir yang melepas anjing-anjing buas untuk memangsa Zainab al-Ghazali, dan pelanggaran HAM harian yang terjadi di Abu Gharib, Guantanamo, penjara-penjara Zionis, dan berbagai tempat lainnya.

Itulah rasa takut yang seringkali dimunculkan untuk mengintimidasi lawan. Kalau sudah merasa terancam, sebagian manusia secara refleks akan melakukan intimidasi. Mirip hukum jalanan ; ketika sebuah mobil menyenggol mobil lain, maka seringkali yang dianggap benar adalah yang paling duluan (atau yang lebih galak) membentak. Semakin menakutkan, semakin besar kemungkinan jadi pemenang.

Islam sangat memahami nilai sebuah intimidasi, dan dalam keadaan tertentu ia boleh (bahkan sangat perlu) digunakan. Kita ingat bagaimana musuh-musuh Islam gemetar ketakutan mendengar gemuruh dzikir “Ahad... Ahad... Allaahu Ahad...!” dari mulut para mujahid Perang Badar. Dahulu mereka mendengar dzikir itu mengalun lirih dari mulut Bilal ra. yang tengah disiksa oleh majikannya. Namun pada saat Perang Badar, yang dulunya budak berubah menjadi pemimpin kharismatik. Ketika ia meneriakkan “Ahad... Ahad... Allaahu Ahad...!”, maka yang lain pun mengikutinya.

Di kesempatan yang lain, panglima perang Islam pun pernah membuat jenderal Romawi bergidik ketakutan. Pasukan Muslim jauh lebih sedikit, namun kharismanya begitu menakutkan lawan. Simaklah kata-kata sang panglima : “Aku datang kepadamu dengan membawa pasukan yang mencintai kematian sebagaimana pasukanmu mencintai kehidupan!” Jangan lupakan pula panglima Islam lainnya yang tidak sudi memikirkan kemungkinan kalah sehingga ia membakar semua kapalnya di pantai wilayah musuh. Siapa yang tidak takut menghadapi lawan seperti mereka?

Namun kisah-kisah ketakutan musuh-musuh Islam menghadapi para mujahid bukan sekedar kisah indah di masa lampau. Hingga jaman modern pun, Islam nampak begitu menakutkan bagi mereka yang memusuhinya. Semangat jihad-lah yang membuat rakyat Aceh begitu menyusahkan tentara kolonial Belanda, sampai-sampai ketika Teuku Umar wafat pun, jandanya masih membuat mereka repot. Cut Nyak Dhien, dalam usianya yang sudah cukup tua ketika ditangkap, masih nampak begitu menakutkan di mata Belanda, hingga akhirnya diasingkan ke Sumedang. Tanyakanlah pada tentara sekutu, betapa menakutkannya takbir yang diteriakkan oleh Bung Tomo. Seruan jihad menggema di seluruh pelosok kota, dan ribuan orang menyabung nyawa dalam pertempuran yang sangat dahsyat yang dikenang selamanya oleh rakyat Indonesia.

Kita juga tidak lupa bagaimana Syaikh Ahmad Yassin, yang tubuhnya sudah begitu renta, ternyata perlu dilumpuhkan dengan sebuah roket. Tak ada satu pun tentara Zionis yang cukup jantan untuk maju ke depan dan menembak kepalanya. Persis seperti konspirasi pembunuhan Hasan al-Banna, ketika mereka mengerahkan sniper yang menembak berkali-kali dan menyuruh beberapa petugas polisi Mesir untuk menghalau massa agar tidak menolong beliau. Semua orang tahu bahwa ada banyak orang yang akan memasang badan untuk melindungi Hasan al-Banna dari peluru-peluru itu. Tidak ada yang cukup jantan untuk berhadap-hadapan dengannya, satu lawan satu.

Kaum Zionis masa kini belajar banyak dari Fir’aun di masa lalu. Sebagaimana Fir’aun, mereka pun berusaha membunuh anak-anak musuhnya, agar di kemudian hari tidak tumbuh menjadi orang yang menyulitkan mereka. Apa dinyana, setelah Gaza digempur belasan hari, dan seribu lebih orang Palestina syahid, justru ribuan bayi lahir dari rahim para ibu yang mendambakan anak-anaknya menjadi syuhada. Begitu takutnya kaum Zionis pada anak-anak itu, sehingga batu pun bisa lebih menakutkan dibanding bedil yang mereka pegang sendiri.

Kita tidak perlu membunuh sekian ribu orang untuk menjadi orang yang menakutkan seperti Mao Tse Tung dan Joseph Stalin. Kita tidak perlu menyiksa orang atau rajin membentak, hanya sekedar untuk mendapatkan rasa hormat dari orang lain. Kita bahkan tak perlu mengintimidasi, kalau bukan dalam keadaan terpaksa.

Rasulullah saw. telah seringkali mengajari kita untuk mendapatkan rasa hormat dan menunjukkan wibawa di hadapan orang lain. Berwibawa dan terhormat tidak berarti harus jadi orang yang brengsek dan menyebalkan. Komitmen pada kebenaran, tegas, dan kepribadian yang kuat, semuanya membuat para hamba syetan ketakutan. Sungguh amat disayangkan bila umat Muhammad saw. ini merasa bingung dan putus asa menghadapi intimidasi musuh, karena sebenarnya aqidah kitalah yang paling ditakuti orang di seluruh penjuru muka bumi.

Kita pasti menang! Mereka tahu itu.

Wassalaamu’alaikum wr. wb.
Al ustadz Abdulloh ibnu Abdulloh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar