Sabtu, 26 September 2009

abu revolt 911

nasheed islamic :








mujahidin indonesia

Komunitas Yahudi Terancam Punah

Bagi Israel, perkawinan campuran antara Yahudi dan non-Yahudi merupakan "ancaman nasional yang strategis". Israel sangat mengkhawatirkan musnahnya orang-orang yang berdarah Yahudi murni. Untuk itu rezim Israel sedang gencar-gencarnya memasang iklan di telivisi dan internet, berisi himbauan agar orang-orang Israel memberitahukan kerabat dan teman-teman mereka di luar negeri agar tidak menikah dengan non-Yahudi.

Rezim Zionis tak segan-segan mengeluarkan kocek sebesar 800.000 dollar untuk membuat iklan yang didisain khusus guna menghentikan asilimasi orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia lewat pernikahan campuran. Rezim Zionis menginginkan semua Yahudi diaspora untuk kembali ke Israel.

Israel membuat iklan itu sebagai respon atas sejumlah laporan yang menyebutkan bahwa setengah dari jumlah Yahudi yang berada di luar Israel menikah dengan non-Yahudi. Laporan ini nampaknya membuat Israel dan sejumlah lembaga swasta Yahudi khawatir akan musnahnya orang-orang Yahudi murni dan mereka melakukan berbagai cara untuk meningkatkan jumlah populasi Yahudi.

Israel membayar para presenter berita terkenal untuk membawakan iklan-iklan tersebut. Dalam satu iklan disebutkan, asimilasi adalah "ancaman nasional yang strategis", "Lebih dari 50 persen anak muda Yahudi diaspora melakukan perkawinan campuran dan bagi kita, jumlah itu sangat banyak."

Aktivis Gush Shalom- kelompok perdamaian di Israel-Adam Keller mengatakan, Israel butuh banyak orang Yahudi sebagai bentuk "perang demografis" terhadap bangsa Palestina. Oleh sebab itu mereka sangat takut jika orang-orang Yahudi murni musnah karena perkawinan campuran.

Hasil survei yang dilakukan Jewish People Policy Planning Institute selama beberapa tahun belakangan ini, menunjukkan bahwa Israel adalah satu-satunya "negara" yang pertambahan populasinya paling lambat, bahkan stagnan. Penurunan itu disebabkan karena rendahnya tingkat kelahiran dan perkawinan campuran antara Yahudi dan non-Yahudi.

Menurut laporan lembaga itu, setengah dari jumlah Yahudi di AS dan Eropa melakukan asimilasi. Sementara di bekas negara Soviet, jumlah Yahudi yang melakukan perkawinan campuran mencapai 80 persen. Jumlah Yahudi di Israel sendiri sekitar 5,6 juta orang dan banyak dari mereka yang juga melakukan asimilasi dengan warga Arab. Di Israel, perkawinan campuran antara Yahudi-Arab tidak diakui, kecuali jika perkawinan itu dilakukan di luar negeri.

Target iklan yang dibuat pemerintah Israel adalah orang-orang Yahudi di Kanada dan AS. Di kedua negara ini, jumlah Yahudinya paling besar di dunia yaitu sekitar 5,7 juta jiwa. Kebanyakan Yahudi di Kanada dan AS adalah Yahudi liberal, bukan Yahudi ortodoks yang melarang orang Yahudi menikah dengan non-Yahudi.

Menurut tim iklan anti-asimilasi Yahudi, sejak iklan itu ditayangkan di televisi pekan kemarin, lebih dari 200 orang Israel yang menghubungi nomor hotline dan melaporkan nama-nama orang Yahudi yang tinggal di luar negeri beserta informasi alamat email dan akun facebook dan twitternya. (ln/mol)

Penumpasan Terorisme Yang Pincang dan Penuh Kejanggalan

Terbunuhnya seseorang yang diklaim sebagai Nordin M. Top oleh aparat keamanan di desa Kepuhsari Mojosongo Jebres, menjadikan sedikit masyarakat bernafas lega. Lega karena akan menurunnya intensitas aksi aksi pembom-an yang acak (random target bombing), dan lega akan mulai mengendurnya stigmatisasi 'proyek' terorisme yang disematkan ke tubuh ummat Islam.

Meski diakui, banyak masyarakat yang terjebak dalam stigmatisasi subyektif terhadap terorisme tersebut -serta menutup mata terhadap fakta tersembunyi- entah karena takut untuk dikaitkan, ataukah sebab lain yang terjadi. Anshad Mbai (kepala desk antiteror) mengungkapkan teror belum tentu selesai.

Noordin, mungkin, tidak tergantikan dalam soal karismanya. Masih banyak tokoh yang buron (DPO), Syaifudin Jaelani, yang dikenal memiliki kemampuan yang baik untuk memengaruhi, mertua Nordin Bahruddin yang masih bebas, dan kelompok poso

1. DEFINISI TERORISME YANG ABSURD

sebelum kita berbicara tentang terorisme yang bukan merupakan perkara kriminal semata, marilah kita definisikan terlebih dahulu makna terorisme yang ada. Menurut
Wikipedia, Teror atau Terorisme tidak selalu identik dengan kekerasan. Terorisme adalah puncak aksi kekerasan, terrorism is the apex of violence. Bisa saja kekerasan terjadi tanpa teror, tetapi tidak ada teror tanpa kekerasan. Terorisme tidak sama dengan intimidasi atau sabotase. Sasaran intimidasi dan sabotase umumnya langsung, sedangkan terorisme tidak.

Mengenai pengertian yang baku dan definitive dari apa yang disebut dengan Tindak Pidana Terorisme itu, sampai saat ini belum ada keseragaman. Menurut Prof. M. Cherif Bassiouni, ahli Hukum Pidana Internasional, bahwa tidak mudah untuk mengadakan suatu pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal sehingga sulit mengadakan pengawasan atas makna Terorisme tersebut. Oleh karena itu menurut Prof. Brian Jenkins, Phd., Terorisme merupakan pandangan yang subjektif [Indriyanto Seno Adji, “Terorisme, Perpu No.1 tahun 2002 dalam Perspektif Hukum Pidana” dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia (Jakarta: O.C. Kaligis & Associates, 2001), hal. 35.].

Tidak mudahnya merumuskan definisi Terorisme, tampak dari usaha Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan membentuk Ad Hoc Committee on Terrorism tahun 1972 yang bersidang selama tujuh tahun tanpa menghasilkan rumusan definisi [IMuhammad Mustofa, Memahami Terorisme: Suatu Perspektif Kriminologi, Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III (Desember 2002): 35.].

Pengertian paling otentik adalah pengertian yang diambil secara etimologis dari kamus dan ensiklopedia. Dari pengertian etimologis itu dapat diintepretasikan pengembangannya yang biasanya tidak jauh dari pengertian dasar tersebut [Kunarto, Intelijen Pengertian dan Pemahamannya, (Jakarta: Cipta Manunggal, 1999), hal.19.].

DEFINISI AMERIKA TERHADAP TERORISME

Dr. Knet Lyne Oot, seperti dikutip M. Riza Sihbudi[M. Riza Sihbudi, Bara Timur Tengah, Mizan Bandung, 1991, hlm. 94.
], mendefinisikan terorisme sebagai :

(a) Sebuah aksi militer atau psikologis yang dirancang untuk menciptakan ketakutan, atau membuat kehancuran ekonomi atau material;
(b) Sebuah pemaksaan tingkah laku lain;
(c) Sebuah tindakan kriminal yang bertendensi mencari publisitas;
(d) Tindakan kriminal bertujuan politis;
(e) Kekerasan bermotifkan politis; dan
(f) Sebuah aksi kriminal guna memperoleh tujuan politis atau ekonomis.

Jika definisi tersebut dipakai, menurut Riza, maka perang atau usaha memproduksi senjata pemusnah umat manusia dapat dikategorikan sebagai terorisme. Para pemimpin negara industri maju (Barat) dapat dijuluki "biang teroris" karena memproduksi senjata pemusnah massal seperti peluru kendali.

Sementara Encyclopedia Americana [
Glorier Incorporated, USA, 1993
] menyebutkan, terorisme adalah penggunaan atau ancaman kekerasan yang terbatas pada kerusakan fisik namun berdampak psikologis tinggi karena ia menciptakan ketakutan dan kejutan. Keefektifan terorisme lebih bersifat politik ketimbang militer. Dengan demikian, aksi teroris dimaksudkan untuk mengkomunikasikan sebuah pesan. Di sini, terorisme bisa dipahami sebagai salah satu bentuk komunikasi dengan kandungan “pesan politik”.

Secara konvensional, “terorisme” ditujukan pada aksi-aksi kaum revolusioner atau kaum nasionalis yang menentang pemerintah, sedangkan "teror" merujuk pada aksi-aksi pemerintah untuk menumpas pemberontakan. Pada prakteknya, pembedaan antara "terorisme" dan "teror" tidak selalu jelas.

Istilah terorisme, menurut Noam Chomsky [
Menguak Tabir Terorisme Internasional, Mizan Bandung, 1991, hlm. 19-20.
], mulai digunakan pada abad ke-18 akhir, terutama untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat. Istilah ini diterapkan terutama untuk "terorisme pembalasan" oleh individu atau kelompok-kelompok.

Sekarang, pemakaian istilah terorisme dibatasi hanya untuk pengacau-pengacau yang mengusik pihak yang kuat. Inilah yang terjadi sekarang. Dalam Kamus Amerika Serikat (AS), terorisme adalah tindakan protes yang dilakukan negara-negara atau kelompok-kelompok “pemberontak”. Pembunuhan seorang tentara Israel oleh HAMAS, misalnya, disebut aksi terorisme. Namun, ketika tentara Israel membantai puluhan, ratusan, bahkan ribuan warga Palestina bukanlah aksi teror, melainkan aksi "pembalasan"
(retaliation)
.

Mengemukakan perbedaan pendapat
mengenai siapa yang dianggap teroris, Martin Indyk, mantan Duta Besar Amerika di Israel yang sekarang menjadi analis senior Lembaga Brookings mencontohkan konflik Israel Palestina. Menurutnya, orang yang dianggap teroris oleh Israel, adalah pejuang kemerdekaan bagi orang Palestina.

Laporan Ariel Cohen –yang pernah tinggal di Israel selama sebelas tahun dan lulusan Bar Ilan University Law School di Tel Aviv– dipublikasikan oleh the Heritage Foundation yang dikenal luas sebagai think-tank Konservatif yang dekat dengan kelompok neo-Konservatif. Sementara Zeyno Baran –Direktur Program Energi dan Keamanan Internasional Nixon Centre– ternyata memiliki hubungan yang dekat dengan perusahan-perusahan minyak AS yang beroperasi di Asia Tengah dan rezim otoriter di Asia Tengah (lihat, Who is Zeyno Baran, www.khilafah.com) .Wajar kalau kemudian banyak muncul ketidakakuratan, inkonsistensi, generalisasi keliru, bahkan kebohongan dalam tulisan-tulisan tersebut. Alhasil definisi terorisme -yang dimainkan oleh barat- tidak lain adalah untuk melanggengkan dominasinya di negara lain, khususnya untuk kepentingan ekonomi, hukum, dan politik.

Dalam pernyataannya pada pertemuan ke 89 legiun veteran Amerika di Reno, Nevada, (28/08/2007), Presiden Bush mencoba untuk menghubungkan perjuangan Khilafah dengan aksi kekerasan, terutama yang terjadi di Irak.

"Para ekstrimis ini berharap untuk menentukan visi gelap yang sama di sepanjang Timur Tengah dengan menegakkan sebuah kekerasan dan khilafah radikal yang terbentang dari Spanyol hingga Indonesia." ("These extremists hope to impose that same dark vision across the Middle East by raising up a violent and radical caliphate that spans from Spain to Indonesia.")

Mengapa Definisi Ini Dibiarkan Kabur

Dalam buku Teroris Melawan Teroris, Abu Umar Basyir, PBB telah menerbitkan beberapa resolusi –dalam jangka waktu yang sangat singkat—yang menyatakan perang terhadap terorisme dan para teroris. Namun pernyataan perang ini tanpa disertai definisi, sifat, jenis, dan bentuk teror yang hendak diperanginya. Selanjutnya lembaga itu mengharuskan seluruh Negara anggotanya menyepakati perang terhadap terror tersebut. (halaman 43)

1. Pendefinisian terorisme yang harus diperangi serta pembatasan ciri-ciri dan sifatnya akan menjadikan semua yang berada di luar definisi dan ciri-ciri ini tidak termasuk terorisme. Semua yang bergerak diluar lingkup definisi dan ciri-ciri –khususnya dari kalangan Islamis—tidak mungkin diburu dengan tuduhan sebagai teroris. Berbagai aktifitas yang dilakukannya tidak mungkin dikategorikan sebagai aktifitas terorisme. Mereka tidak ingin hal semacam ini terjadi!

2. Pendefinisian terorisme yang harus diperangi bisa jadi akan dimanfaatkan oleh gerakan-gerakan kemerdekaan di seluruh dunia –yang jumlahnya sangat banyak—dalam perjuangan mereka untuk memerdekakan diri dari penjajahan dan kedzoliman kaum imperalis penjajah. Hal itu disebabkan gerakan-gerakan tersebut beraktifitas di luar kerangka terorisme yang disepakati untuk dihukum. Mereka juga tidak ingin hal semacam ini terjadi!

3. Pendefinisian terorisme yang harus diperangi dan disepakati, akan mencegah banyak Negara agresor untuk melakukan berbagai bentuk yang dikehendakinya terhadap bangsa-bangsa lemah, khususnya Amerika Serikat sebagai pelindung terorisme internasional dan anak tirinya, Zionis Yahudi. Mereka tidak menginginkan hal in terjadi!

Pengaburan definisi terorisme yang harus diperangi ini akan menjadikan kekuatan-kekuatan adidaya dan tirani dimuka bumi ini –dalam skala luas—untuk melakukan campur tangan terhadap urusan Negara dan bangsa lain, serta menggunakan teror berskala luas dengan atas nama “Perang Terhadap Terorisme” dan “Pembururan Terhadap Para Teroris”!

Pengaburan definisi terorisme juga bisa menjadikan istilah ini seperti karet yang bisa dibentuk sesuai kemauan para politikus yang berkuasa. Mereka bisa memasukkan siapa saja yang mereka kehendaki ke dalam golongan teroris dan dibawah payung perburuan terhadap para teroris, sekalipun sebenarnya orang tersebut bukan teroris. Sebaliknya mereka bisa mengeluarkan siapa saja yang mereka kehendaki dari lingkaran terorisme, sekalipun ia benar-benar dan terbukti sebagai seorang teroris dan penjahat!

4. Pendefinisian makna terorisme yang harus diperangi bisa jadi akan menampakkan bahwa jihad dan perlawanan rakyat Palestina terhadap Zionis Yahudi sebagai sebuah perjuangan legal yang tidak termasuk kategori terorisme. Ini berarti merupakan pengakuan tidak langsung bahwa Negara Zionis Yahudi merupakan Negara penjajah dan penjarah hak-hak bangsa lain, tidak memiliki legalitas, layak dilawan dan diperangi hingga mereka benar-benar terusir. Mereka tidak menginginkan hal ini terjadi, sama sekali!

5. Pendefinisian makna terorisme dan kesepakatan internasional mengenainya akan memunculkan konsekuensi dipersalahkannya Negara-negara agressor yang menggunakan semua jenis terorisme.

Tanggal 29 Oktober 2002 muncul sebuah dokumen CIA yang menyebutkan, bahwa akar terorisme adalah ketidakstabilan di Afganistan, usaha Iran dan Suriah untuk membangun persenjataan, memburuknya konflik Israel-Palestina, dan generasi muda yang menggeliat di negara-negara berkembang yang sistem ekonomi dan ideologi politiknya di bawah tekanan yang berat.

Mantan Menlu RI Ali Alatas pernah menyatakan, "Terorisme bisa berawal dari ketidakadilan, juga rasa ketidakadilan secara ekonomi dan politis."

Kita bertanya,
(1) siapa yang menciptakan ketidakstabilan di Afghanistan?
(2) Mengapa Suriah dan Iran membangun persenjataan?
(3) Kenapa konflik Israel-Palestina memburuk?
(4) Kenapa generasi muda menggeliat dalam situasi ekonomi dan ideologi yang tertekan?

Kita tahu jawabannya. Afghanistan tidak stabil karena AS tidak ingin ada rezim Islam yang kuat di sana. Suriah dan Iran membangun persenjataan karena merasa terancam oleh kehadiran Israel yang didukung penuh AS. Konflik Israel-Palestina memburuk karena AS selalu berada di belakang Israel. Kaum muda di negara-negara berkembang, khususnya negara Muslim, melakukan perlawanan karena mereka menyadari kuatnya kendali AS terhadap penguasa.

Singkatnya, dari arah mana pun kita mencari akar terorisme, kita akan menemukan penyebab utamanya adalah Amerika Serikat. Wajar, jika dunia akan aman-damai jika kekuatan AS lemah, bahkan hancur, dan Islam yang rahmatan lil ‘alamin menjadi acuan peradaban dunia, bukan materialisme-kapitalisme yang selama ini dicekokkan AS kepada warga dunia.


2. Melebarkan Permasalahan kepada unsur ideologi (abstrak, subjektif)

Secara gegabah, definisi terorisme mulai menyandang gelar dan diarahkan kepada hal hal yang bersifat ideologi (abstrak, subyektif). Demikian pernyataan Ansyad Mbai (kepala desk anti teror kepada kompas, Jumat (18/9) "Terorisme itu penyebab utama atau sumber utamanya adalah ideologi radikal atas nama agama. Ideologi ini belum mati dan masih marak. Inilah yang menjadi 'ibu kandung' gerakan radikalisme itu,"

Gerakan radikalisme ini, menurutnya tak hanya bersifat nasional, tetapi transnasional. Keinginan ekstrimnya adalah mendirikan negara agama dan berpaham apa yang mereka yakini adalah yang paling benar. "Maka, kita semua harus tetap waspada," kata dia.

Pernyataan tersebut sejatinya berdampak massif terhadap ideologi (baca, kebebasan berpendapat) yang (katanya) dilindungi oleh undang-undang. Bola liar menjadi semakin lebar dan akan dihantamkan kepada pihak pihak tertentu yang melawan kebijakan politik kelompok tertentu.

Definisi Ideologi

Menurut wikipedia, Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.

Ideologi dari masing masing negara tentulah membawa perubahan bagi masyarakat tertentu. Namun ketika mengkaitkan ideologi dengan perkara kriminal merupakan sesuatu yang berbahaya. Sama halnya dengan pemikiran, ideologi tidak mungkin dapat dilawan dengan kekerasan fisik. Ideologi dilawan dengan ideologi. Perubahan mendasar terhadap sumber penyebab permasalahan dan menjadikan akar permasalahan sebagai musuh utama.

Bagi para teroris, aktifitas teror merupakan salah bentuk perlawanan yang dilakukan oleh mereka yang tertindas oleh suatu negara, bangsa ataupun elit kekuasaan (rezim). Kita harus berpikir jernih bahwa jika ada asap pasti ada api . Bangsa-bangsa amerika, israel dan eropa pada hakikatnya melakukan teror yang lebih besar dan biadap dibandingkan teroris yang ada sekarang (terorisme state). Amerika dan eropa melakukan teror mengunakan kekuatan negara dan senjata yang mereka punyai, jadi wajar jika korban aksi dan kebijaksanaan mereka membalas dengan aksi teror yang serupa walaupun daya dan akibatnya lebih kecil.

Ibarat hukum alam jika ada aksi pasti akan ada reaksi. Amerika dan eropa, israel dan australia, serta pihak pihak yang menyebarkan ketidak adilan harus introspeksi apa yang salah dari tindakan yang mereka lakukan selama ini, karena inilah jalan terbaik membendung teror untuk masa-masa yang akan datang. Bukan melawan ideologi dengan aktifitas fisik

Pernyataan Wapres di depan peserta Kursus Reguler Angkatan ke-38 Lemhannas seharusnya dicermati ketika terjadinya pemberontakan, konflik, sejumlah aksi terorisme di Indonesia, adalah karena masalah ketidakadilan perlakuan. Baik ketidakadilan secara ekonomi maupun sosial (Selasa 22/11). Hal yang sama juga sebenarnya menjadi alasan utama dari kelompok-kelompok yang melakukan aksi pengeboman di Indonesia. Bagi mereka, ini merupakan serangan balasan terhadap penindasan yang dilakukan oleh negara seperti AS dan Inggris terhadap Irak dan Afghanistan. Termasuk di dalamnya adalah dukungan Barat terhadap rezim-rezim yang menindas umat Islam di Palestina, Moro, dan Pattani.

Wali Kota London, Ken Livingstone, secara jujur mengakui hal itu. Menurutnya, pendudukan oleh asing tanpa melihat sisi kemanusiaan, mengekang segala hak manusia, hanya melahirkan orang-orang yang akan melakukan bom bunuh diri (CNN, Kamis, 11/7/2005).

Karena itu, meluruskan aplikasi jihad yang keliru tanpa menyinggung motif perlawanan kelompok-kelompok ini, tidak akan menyelesaikan masalah. Bisa-bisa pemerintah termasuk para ulama dicap sebagai pengkhianat, karena telah melegalkan penjajahan negara-negara Barat.

3. TIDAK MENGKAITKAN DENGAN KRIMINALITAS SECARA UTUH

Definisi yang absurd terhadap terorisme, falsafah subyektif tentang terorisme secara jujur sering melatar belakangi aktifitas perang melawan terorisme. Sebut saja penanganan terorisme di dunia yang masih subyektif dan tidak mengkaitkannya dengan kriminal secara utuh. Contohnya di Skotlandia, seseorang yang mengancam untuk meledakkan sebuah masjid agung glasgow akhirnya lolos dari semua dakwaan (republika, 15/04/2009),. Demikian pula lolosnya pembuat film rasis penyebar fitnah "FITNA" Geer Wilders.

Didalam negeri, pengungkapan kasus penghinaan agama sering tidak berakhir secara utuh. Sebut saja penghinaan yang dilakukan oleh blog lapotuak beberapa waktu silam, forum IIF (indonesia faith freeedom), dan aktifitas aktifitas lain atas nama kebebasan berpendapat.

4. PASAL KARET DAN KEPENTINGAN POLITIK

Banyak pihak menyayangkan, penanganan terorisme yang tidak utuh ini potensi dimanfaatkan oleh kepentingan politik tertentu (minimal pengalihan isu). Koordinator Divisi Eksternal Imparsial Poenky Indarti, Senin (17/8) menyatakan pelibatan aparat intelijen non-judicial ke dalam kehidupan untuk penegakkan hukum, telah menimbulkan implikasi yang sangat serius dengan terancamnya jaminan atas kebebasan sipil dan agenda demokratisasi di Indonesia.Perang melawan terorisme justru memunculkan persoalan baru yang jauh lebih serius, respon pemerintah terhadap terorisme dan aksi-aksi teror yang terjadi justru semakin memperbesar kewenangan negara karena itu perlu dilakukan evaluasi dalam penanganannya.

Pasal-pasal karet dalam Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme memiliki potensi nyata untuk menghambat kebebasan pers. Sebab, pasal itu dapat dengan mudah ditafsirkan. "Dan dapat dengan mudah disalahgunakan oleh penguasa," kata R.H. Siregar, pengurus dewan pers, dalam diskusi "Perpu Anti terorisme dan Dampaknya terhadap Kebebasan Pers," di Jakarta, Jumat (15/11).

"Insan pers sudah sangat trauma dengan penyalahgunaan wewenang penguasa selama 30 tahun terakhir," kata Siregar. Menurutnya, paling tidak ada sekitar 6 pasal dari perpu itu yang bisa digunakan oleh penguasa untuk mengancam kemerdekaan pers. Pasal-pasal itu adalah Pasal 6, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 18, Pasal 20, dan Pasal 27. Dalam diskusi ini hadir Dirjen Peraturan dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman dan HAM Abdul Gani Abdullah, Ishak Latuconsina, anggota DPR dari Fraksi TNI/Polri, dan Ketua Dewan Pers Atmakusumah.

Dalam makalahnya, Siregar menjelaskan potensi bahaya yang dikandung oleh pasal-pasal karet itu. Pasal 6 tidak secara tegas menyatakan kriteria jenis tindak kekerasan yang dimaksud sehingga ini rawan terhadap banyak penafsiran. Pasal 14 juga mengandung kelemahan yang sama karena tidak secara spesifik menjelaskan kapan seseorang dapat dikategorikan "merencanakan dan mengerakkan". "Ketentuan yang tidak limitatif sangat merugikan dan sangat mudah disalahgunakan," kata dia.

Pasal 20, kata Siregar, tidak mendefinisikan secara jelas makna kata "mengintimidasi" sehingga hal ini mudah digunakan oleh penguasa untuk menuduh seseorang melakukan tindak pidana terorisme, terutama pers, dengan pemberitaannya.

Sementara itu, Pasal 13 huruf C, menimbulkan tafsiran adanya larangan menyembunyikan informasi. Pasal ini bisa bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945, yang memberikan jaminan penuh terhadap bentuk-bentuk ekspresi penyampaian pendapat. Pasal itu juga bisa bermasalah dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang jaminan kebebasan pers.

Pada Pasal 4 ayat 4 pada UU Pers, wartawan dijamin haknya untuk menolak mengungkapkan identitas sumber informasinya. "Padahal perpu melarang setiap orang untuk menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme," kata Siregar.

Peristiwa Bom Bali tahun 2002 menjadi pemicu bagi keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1/2003 yang kemudian ditetapkan sebagai UU no. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dengan proses perumusan dan pembahasan yang singkat, UU tersebut memiliki beberapa kelemahan substansial.

Poenky mengatakan, definisi yang longgar dan rumusan pasal yang bersifat karet akan membuka peluang bagi multi interpretasi, bahkan penyalahgunaan kekuasaan melalui penafsiran tertentu.

Dalam pasal 6 dan 7, tidak jelas apa yang dimaksud dengan "suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas" serta "obyek-obyek vital yang strategis".

"Rumusan pasal yang bersifat karet terlihat berupa penggunaan kata bukti permulaan yang cukup dalam pasal 26, 28 dan 31, kata-kata menggerakkan di pasal 14, mengintimidasi dan proses peradilan menjadi terganggu pada pasal 20 dan kata tidak langsung pada pasal 22. Dengan ketidakjelasan tersebut, maka UU ini menjadi teror tersendiri bagi masyarakat dalam bertindak," jelasnya.

Begitu juga dengan tindakan penyadapan telepon atau alat komunikasi lain serta penyitaan surat dan kiriman melalui pos atau jasa pengiriman lainnya, yang semata-mata berdasarkan laporan intelijen seperti dalam Pasal 31 ayat 1. Poengky berpendapat, hal tersebut berpotensi menjadi ancaman hak-hak individual.

"Tindakan penyadapan dan penyitaan tersebut memang harus melalui ijin/perintah dari Ketua Pengadilan Negeri, namun harus ada prasyarat yang lebih jelas, tidak bisa hanya berupa bukti permulaan yang dapat diperoleh dari laporan intelijen," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ifdal Kasim meminta masyarakat menghentikan pemberian stigma kepada seseorang yang salah satu anggota keluarganya menjadi tersangka dalam kasus terorisme.

Menurut Komnas HAM, akibat stigma teroris itu tidak jarang masyarakat menolak keluarga tersangka untuk tinggal di lingkungan mereka. Padahal, seringkali tersebut seseorang tidak mengetahui aktivitas tersembunyi anggota keluarganya. Seperti yang dialami oleh munfiatun, seorang wanita yang sempat dinikahi oleh Nordin M. Top dan divonis menyembunyikan tersangka teroris (pasal 13 b dan c UU No. 15/2003) (Dalam dakwaan bernomer perkara PDM-014/BNGIL/Ep.1/I/2005).

Sebelumnya, Pengamat Intelijen Wawan Purwanto menegaskan, meski publik masih trauma, tapi UU Anti Subversif perlu dihidupkan lagi untuk mencegah ancaman terorisme dan separatisme. “UU ini memang masih menyisakan trauma bagi sebagian masyarakat, karena penangkapan bisa dilakukan di mana-mana terhadap siapa saja yang dianggap mencurigakan,” tandasnya di Jakarta, Senin (27/7/09).

Dewan pengurus LP3SU, Zamzami Umar
mengungkapkan ada semacam kepentingan tertentu untuk mempertahankan kekuasaan. Artinya, kalau dihidupkan kembali UU tersebut, maka demokrasi yang sudah tertata dengan rapi akan menjadi dampak terhadap matinya demokrasi di Indonesia.

5. KEJANGGALAN-KEJANGGALAN

Berikut kejanggalan-kejanggalan terhadap Perang Melawan Terorisme

a. Menghindari upaya penangkapan hidup hidup terhadap tersangka terorisme, baik menggunakan gas air mata, nitrogen muda, maupun penggunaan peluru bius/peluru karet.

b. Kurang transparansinya proses penangkapan tersangka, dan keengganan membentuk tim investigasi independent terhadap 2 peristiwa yaitu Temanggung, dan Solo.

c. Penghukuman media terhadap tersangka (diduga) teroris dan tidak mengindahkan secara faktual asas praduga tak bersalah hingga proses pengadilan berjalan. Perlu dimaklumi, proses penyidikan aparat terhadap pelaku kriminal belum menjadikan sebuah asumsi (stigma) terhadap pelaku. Aparat bukanlah lembaga peradilan yang memutuskan bersalah/ tidaknya seorang tersangka kriminal.

Namun sayang, lembaga peradilan pun saat ini tidak menjamin penegakan hukum secara adil, dan obyektif. Tidak tanggung-tanggung, selama tiga tahun berturut-turut (2005-2007) hasil survei yang dilakukan oleh Transparansi Internasional Indonesia menunjukkan bahwa lembaga peradilan dan kepolisian masuk dalam tiga besar lembaga terkorup di Indonesia. Terlepas dari perdebatan metodologisnya, pendekatan ilmiah dalam melihat problem korupsi di Indonesia ini semestinya sudah cukup untuk menjadi dasar bagi pemerintah untuk melakukan reformasi di tubuh lembaga peradilan. Namun dengan tidak adanya tekanan vertikal dan lemahnya determinasi eksekutif, hasil kajian ini diabaikan dan bahkan malah ditolak serta dianggap mencemarkan nama baik kepolisian.

d. Berulang kali kontras menyerukan kepada aparat untuk melakukan uji balistik independent terhadap berbagai peristiwa yang melanggar HAM. Termasuk dalam peristiwa ekseskusi pelaku teror.
Abu Aisyah

Ustadz Farid Okbah : Revolusi Iran adalah Revolusi Syiah bukan Islam

Ini harus ada gerakan menyeluruh, antara ulama, penguasa, tokoh-tokoh masyarakat dan mereka yang punya peduli atas terhadap gerakan Syiah yang membahayakan ini

Pada hari Sabtu yang lalu (2/5/2009) eramuslim berkesempatan menghadiri sebuah seminar tentang kajian mengenai Syiah di Masjid Al-Azhar Kebayoran Baru jakarta Selatan.

Banyak hal yang bisa di dapat dari kajian tersebut, dan selesai acara di tangga masjid Al-Azhar, eramuslim berkesempatan mewawancarai secara singkat pembicara utama dalam kajian tersebut yaitu Ustadz Farid Okbah, MA. Ustadz ini sangat terkenal dengan ketegasannya berkaitan dengan persoalan Aqidah.

Berikut wawancara singkat tersebut :

Bagaimana perkembangan Syiah di Indonesia saat ini?

Sangat mengkhawatirkan.

Apakah mereka sudah berani terang-terangan atau masih sembunyi-sembunyi?

Oh sudah berani, sudah terang-terangan mereka sekarang, kata Jalaluddin Rahmat (Kang Jalal) ketika Gusdur belum menjadi presiden, kita membawa Syiah itu seperti perempuan yang sedang hamil, ketika Gusdur sudah menjadi presiden maka dikeluarkanlah ijin resmi organisasi IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) oleh departemen dalam negeri di masa pemerintahan Gusdur.

Dalam pernyataan-pernyataannya IJABI tidak pernah secara terang-terangan menyebut diri atau mengklaim bahwa mereka adalah Syiah?

Iyalah, kalau mereka menyebut diri mereka terang-terangan adalah Syiah maka semua orang akan berlari, begitulah cara mereka, tapi itu pengakuan langsung jadi mereka melakukan Taqiyyah, tidak usah lembaga yang mereka gunakan untuk menarik orang menjadi Syiah. Coba antum lihat saja ICC itu (Islamic Cultural Center - di warung buncit Jaksel. red) tidak terang-terangan mereka mengatakan ke umum bahwa mereka Syiah tetapi dikalangan mereka jelas mereka akan terang-terangan. Makanya saya bilang mereka itu bermuka dua, di depan kita lain, di depan kalangan mereka lain lagi, seperti orang munafik

Bagaimana pergerakan mereka ke kalangan mahasiswa?

Di Depok, mereka bikin Madinatul Ilm yang mungkin khusus untuk menampung anak-anak muda dan mahasiswa UI dan juga dikampus-kampus lain. Kenapa mahasiswa? karena mereka anak-anak muda sangat potensial semangat tinggi tapi ilmu agama kosong.

Mereka sering melakukan pendekatan hati seperti cerita kisah-kisah sedih Karbala, sekarang mereka punya tokoh Ahmadinejad seperti Cheguevara-nya untuk timur tengah, bagaimana tanggapan Ustadz?

itulah secara politik mereka pandai mengemasnya namun kita tidak, makanya kita berbicara persoalan agama bukan politik. Kalau dikatakan Ahmadinejad pemberani, coba lihat apa yang dia perbuat dalam menghadapi Israel? Sekarang Iran bekerjasama dengan Amerika Serikat untuk memerangi Taliban, kenapa Taliban? karena Taliban adalah Ahlus Sunnah.

Bagaimana pandangan ustadz dengan Quraisy Syihab, apakah dia Syiah tulen?

Minimal membela Syiah secara terang-terangan kalau Othman Syihab itu Syiah tulen terang-terangan.

Anak muda Islam butuh tokoh, pada saat ini muncul Ahmadinejad atau Hassan Nasrullah yang berani bersikap, itu bagaimana Ustadz?

Makanya Islam tidak pernah menganjurkan figuritas kecuali kepada Rasulullah, karena bisa jadi yang kita figurkan itu banyak kesalahan.

Bagaimana cara mengantisipasi ajaran Syiah?

Ini harus ada gerakan menyeluruh, antara ulama, penguasa, tokoh-tokoh masyarakat dan mereka yang punya peduli atas terhadap gerakan Syiah yang membahayakan ini, karena kalau tidak mereka akan seperti di Yaman, mereka berkembang dan akhirnya mempunyai kekuatan bersenjata dan itu mereka akan melawan dengan kekuatan, karena itu mereka sudah ada indikasi di Indonesia melatih pemuda-pemuda dengan pelatihan militer, antum bisa baca di tabloid intelijen ada wawancara langsung dengan salah seorang tokoh pemuda Syiah yang membikin pelatihan militer di gunung, apa maknanya itu?

Jadi slogan Laa Syarqiyyah Wa Laa Gharbiyyah itu bohong?

Benar, lebih tepat mereka itu bukan revolusi Islam tetapi revolusi Syiah Iran.

(fq/eramuslim)

Awas!! Skenario “BABAT RUMPUT” Terhadap Fundamentalis Islam

Perkembangan kondisi pasca pernyataan Pangdam IV Diponegoro "jika ada orang asing memakai sorban, jubah atau berjenggot, laporkan saja ke pihak keamanan", yang dikritisi banyak pihak sampai dengan hari ini, membuat saya tergelitik untuk membuat tulisan tentang keadaan yang semakin tidak nyaman atau istilahnya menekan Ummat Islam dalam banyak hal.

Nampaknya aparat semakin arogan dengan aksi-aksi seolah membela keselamatan rakyat, dengan alasan keamanan mereka menekan dakwah dan kegiatan para Ulama', Da'i, Kyai dan ustad, karena menurut mereka ini adalah metode pencegahan aksi teror. Ya, dengan kata lain semakin mempertegas tuduhan bahwa Islam itu sumber teror bagi masyarakat. Yang benar saja, bagaimana mungkin seorang yang sedang berdakwah diawasi terus menerus dengan alasan pencegahan.

Ini namanya melempar tuduhan secara serampangan dengan alasan yang sembrono pula. Kalau keadaannya tetap seperti ini, saya rasa hubungan antara aparat dan Ummat Islam nantinya akan semakin meruncing. Analisa saya, ini sengaja dilakukan aparat sebagai bagian dari skenario "babat rumput" terhadap Islam yang dinilai aparat masuk kategori garis keras atau radikal.

Kita ini kan katanya negara demokrasi, berarti kalau aparat saja bisa lempar tuduhan semudah itu demikian pula saya sebagai rakyat yang punya hak untuk menganalisa satu keadaan. Lanjutan dari analisa saya adalah, bila keadaan yang "sengaja" dibikin runcing ini berhasil, pasti akan ada bentrokan antara aparat (misalnya sengaja dibentuk satu pasukan khusus yang namanya apa saja) dengan para pendakwah Islam tadi. Alasannya kan sudah jelas, dakwahnya dinilai provokatif dan membahayakan negara.

Nanti bisa saja penjara penuh dengan para tokoh agama Islam, atau yang lebih sadis bisa saja nyawa para pendakwah ini terancam karena dinilai dakwahnya keras. Terjadi lagi deh pembantaian Tanjung Priok kedua, dan pembantaian lain yang alasannya melindungi negara. Terus sebenarnya demokrasinya itu bagian mana? Ya namanya masih otoriter dong.

Lebih gawat lagi, Ummat Islam tidak akan tinggal diam, karena yang diincar ini kelihatannya Islam yang fundamentalis, yang masih berpegang dengan Islam klasik bukan yang liberal. Mana mungkin tokoh Islam liberal bakal bentrok dengan aparat, karena yang ingin dikembangkan ke depan Islam model liberalisme, sekularisme dan sejenisnya.

Kalau Islam yang menjalankan sunnah seperti berjanggut, memakai sorban dan sunnah lainnya yang tampak lewat penampilan fisik dituduh teroris, lantas yang Islam "baik-baik" ya sudah pasti yang pakai dasi, yang berpakaian tidak seperti sunnah Nabi SAW. Kan aneh, Ummat Islam digiring untuk semakin menjauhi sunnah Nabi karena berpenampilan fisik seperti anjuran Nabi SAW adalah gayanya teroris, kok tambah ngawur saja.

Jadi, ummat Islam juga waspada terhadap pengawasan model begini, targetnya aparat sepertinya memang sekalian saja agar terjadi bentrok dengan mereka, biar sekali babat langsung beres, tokoh Islam radikal diberangus dengan alasan membela kepentingan bangsa.

Mudah-mudahan perkiraan / analisa saya ini salah, namun Ummat Islam saya harap tetap waspada terhadap aparat yang mulai mengusik ketentraman dan martabat Ummat Islam.

Wassalam.

Salim Syarief MD

MUJAHIDIN solo di BUNUH dalam baku hantam OLEH densus 88 at KAFIR....!!!!

Baku Tembak Seperti di Temanggung Terulang di Kota Solo Rabu Malam

17-09-2009 | 05:04:20 WIB


Baku tembak seperti yang terjadi di Temanggung beberapa waktu lalu, kali ini kembali terjadi di kota Solo. Tepatnya di kampung Kepuh Sari, Kelurahan Mojosongo, Jawa tengah pada Rabu malam sejak pukul 23:00 WIB hingga Kamis dinihari.

Sekitar 1 Satuan Setingkat Kompi (SSK) merangsek masuk ke pemukiman tersebut, mereka terlihat membawa senjata lengkap.

Kabar yang beredar di tempat tersebut sedang dilakukan penggerebekan kelompok teroris. Sempat terdengar baku tembak dari lokasi tersebut. Belum diketahui apakah ada balasan tembakan dari dalam rumah yang dikepung tersebut. Polisi belum memberikan informasi resmi mengenai siapa yang mereka hadapi dari dalam rumah tersebut.

Pada Rabu malam, di daerah Surakarta tepatnya di kampung Semanggi telah dilakukan penangkapan terhadap pria bernama Bejo yang disinyalir menjadi tersangka terorisme. Setelah dilakukan penangkapan terhadap Bejo tersebut, kemudian dilakukan penggerebekan terhadap sebuah rumah di Mojosongo yang terletak di kota Surakarta bagian utara tersebut.

[muslimdaily.net]


Satu Polisi Terluka Terkena Tembakan di Penggerebekan Mojosongo

17-09-2009 | 06:29:18 WIB

Hingga saat ini masih belum dijelaskan siapa-siapa orang dari dalam rumah yang dikepung polisi tersebut. Kabarnya dari dalam rumah terdapat aksi tembakan balasan. Dalam aksi tembakan balasan tersebut, satu anggota polisi terluka terkena tembakan dan harus dibawa pergi dari lokasi kejadian.

Serangan tengah malam di kampung Kepuh Sari, Kelurahan Mojosongo, Jawa tengah ini juga dibarengi dengan pemadaman listrik di kampung tersebut. Hingga sekarang warga masih terlihat berkumpul di sekitar rumah. Dari jauh, beberapa kali terdengar masih terdengar suara letusan tembakan. Tidak diketahui dari arah mana tembakan tersebut, apakah dari dalam rumah atau dari pihak polisi.

Hingga pagi ini penggerebekan masih berlangsung, dan belum ada tanda-tanda akan cepat usai. Mojosongo terletak di Surakarta bagian utara, jarak dari Mojosongo ke pusat kota Surakarta hanya sekitar 15 menit perjalanan.

Menurut pernyataan polisi, di dalam rumah tersebut terdapa empat hingga lima orang.

Rumah tersebut diketahui dihuni oleh pasangan Abib Susilo dan Putri Munawaroh. Abib bekerja di ponpes Al Kahfi yang letaknya tidak begitu jauh dari Mojosongo.

[muslimdaily.net]


Update: 4 Meninggal Dalam Penggerebekan di Mojosongo

17-09-2009 | 07:12:06 WIB

Bagus Budi Pranoto alias Urwah dikabarkan meninggal dalam penggerebekan di Mojosongo tersebut. Tiga orang yaitu dua pria dan satu wanita dari dalam rumah tersebut dikabarkan meninggal, sementara satu pria lainnya dibawa ke rumah sakit.

Dugaan adanya empat orang meninggal itu diketahui dari empat mobil jenazah yang merapat ke rumah yang dikontrak Susilo sejak lima bulan lalu itu.

Empat mobil jenazah itu telah keluar dari halaman rumah yang dikepung itu sekitar pukul 07.53 WIB. Namun, belum bisa dipastikan apakah memang benar ada empat orang meninggal, karena wartawan juga tidak diperbolehkan mendekat

Kemungkinan besar diantara yang meninggal tersebut adalah Urwah, buron polisi selama ini dalam kasus bom Marriott dan Ritz Carlton. Sedang dua korban lain kemungkinan adalah pemilik rumah yaitu Abib Susilo dan Putri Munawaroh. Sementara satu korban luka dibawa ke rumah sakit untuk diidentifikasi.

Kabar yang beredar, tubuh para korban hancur terkena berondongan tembakan. Dari dalam rumah yang dikepung tersebut, berkali-kali terdengar pekikan takbir Allahu Akbar.

[muslimdaily.net]


Dua Manusia Lemah Itu Hampir Terbunuh dalam Penggerebekan

17-09-2009 | 11:08:40 WIB

MUSLIMDAILY- Sejak Rabu malam, 16 September 2009 (malam 27 Ramadhan 1430 H, pukul 23.00 WIB) pasukan Datasemen Khusus 88 (Densus 88) kembali menggelar pengepungan terhadap sebuah rumah yang di dalamnya terdapat sekelompok orang yang diduga memiliki hubungan dengan jaringan "teroris". Drama serupa yang pernah terjadi di Temanggung, Jawa Tengah satu bulan yang lalu, kali ini terjadi lagi di Kampung Kepohsari, Mojosongo, Solo, Jawa Tengah.

Drama pengepungan ini jelas memancing kedatangan berbagai media, baik elektronik maupun cetak. Sejak semalam, telah banyak media massa yang mencoba meliput kejadian ini dari jarak dekat. Beberapa dari mereka mewawancarai warga setempat yang diungsikan dengan harapan mengetahui apa yang tengah terjadi dan bagaimana pribadi sosok-sosok yang sedang dikepung.

Menurut keterangan Ketua RT setempat, Bapak Suratmin, rumah yang dikepung semalam hingga pagi tadi merupakan rumah milik Sugiyanto yang sedang dikontrak oleh sepasang suami istri yang baru menikah, yaitu Adib (Susilo, 24 tahun) dan Putri Munawaroh (20 tahun). Mereka telah mengontraknya kurang lebih selama enam bulan terakhir. Sebelumnya, Adib merupakan warga Kagokan RT 2/11 Pajang Laweyan Solo. Sedangkan Putri Munawaroh berasal dari Ngenden, Banaran, Grogol, Sukoharjo. Warga mengenal Adib sebagai pengajar Ponpes Al Kahfi Mojosongo. Sejak kepindahan mereka ke kampung Kepohsari ini, sang istri membuka Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) di rumah tersebut, demi menanamkan sejak dini nilai-nilai keutamaan yang terkandung di dalam Al Qur'an bagi anak-anak tetangga di sekitarnya.

Selama ini Adib juga telah melakukan kewajibannya selaku warga RT 3 RW 11 kampung Kepohsari dengan menyerahkan KK dan KTP pada Ketua RT setempat. Tidak ada yang mencurigakan bagi ketua RT tersebut. Para tetangga juga menyatakan tidak terlalu kenal dengan penghuni rumah itu, karena mereka termasuk penghuni baru kampung itu. Tapi mereka menilai, keduanya merupakan sepasang suami istri yang baik dan ramah.

Namun justru dengan kedatangan dan aksi pengepungan densus inilah, masyarakat "mulai" berpikir macam-macam dan mulai melekatkan stigma buruk kepada penerapan beberapa hal dalam syariat Islam. Alam pikiran mereka mulai tergiring dalam arus pemahaman bahwa kaum Muslimin yang menerapkan perintah Syari'at Islam, misalnya dengan tidak isbal (celananya dinaikkan hingga tampak mata kakinya) adalah teroris. Hal ini dapat dilihat dari komentar warga setempat, "Saya baru tau kalau ternyata mereka itu termasuk jaringan teroris, padahal mereka itu kelihatannya baik. Pantas saja masnya itu celananya agak cingkrang (penerapan syari'at Islam untuk tidak isbal, pen)."

Dalam hal ini, kaum Muslimin sudah semestinya waspada. Agar tidak termakan opini yang digiring media ataupun masyarakat sekitar, yang dapat mematikan sebagian atau seluruh karakter kaum Muslimin sebagai umat Islam, yang sebelumnya telah bersusah payah berupaya menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

Kembali kepada drama pengepungan tersebut, warga setempat menyampaikan bahwa suara rentetan tembakan di lokasi pengepungan itu masih terdengar sejak semalam hingga lepas sholat shubuh. Menjelang jam 6 pagi, terdengar suara ledakan sekurangnya dua kali dengan disusul tembakan bertubi-tubi setelahnya. Akibatnya atap rumahpun runtuh dan kaca jendelapun pecah. Seusai penyerangan itu polisi melemparkan 4 mayat tersebut dari dalam rumah sampai ke luar melewati pagar dan jatuh di bawah pohon mangga sambil berceceran darah.(lihat gambar ekslusifnya.red)

Pukul 8 kurang, drama penggerebekan itupun usai. Tampak empat mobil jenazah Polda Jateng keluar dari kampung Kepohsari setelah bungkusan kantung jenazah berwarna oranye dimasukkan ke dalamnya. Menurut informasi, masing-masing mobil jenazah itu mengangkut 1 jenazah di dalamnya. Berdasarkan identifikasi pihak kepolisian, dikabarkan salah satu jenazahnya adalah seorang wanita. Jenazah ini diduga merupakan jenazah Putri Munawaroh, seorang muslimah yang tengah mengandung seorang bayi dalam rahimnya. Namun, kabar ini pun masih simpang siur mengenai apakah muslimah yang tengah hamil ini ikut terbunuh ataukah masih hidup setelah peristiwa kontak senjata dalam penggerebekan tersebut.

Dua Manusia Lemah, Ibu dan Bayinya

Indonesia merupakan negara yang sangat menjunjung tinggi Hak-hak Asasi Manusia. Hal itu pulalah yang menjadi pendorong bagi Indonesia untuk kembali menetapkan UU HAM pada tahun 1999. Dalam UU HAM itu, tepatnya pada BAB III, mengenai HAM dan Kebebasan Manusia, setidaknya terdapat 7 ayat yang patut dipertanyakan berkaitan dengan kejadian tersebut di atas. Pasal-pasal yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Pasal 41

(2) Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.

Pasal 45

Hak wanita dalam undang-undang ini adalah hak asasi manusia.

Pasal 49

(2) Wanita berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.

(3) Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum.

Pasal 52

(1) Setiap anak berhak atas perlindungan orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara.

(2) Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.


Pasal 63

Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan dalam peristiwa peperangan, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan.

Lalu, bagaimana dengan kejadian (hampir) terbunuhnya seorang wanita dengan bayi yang sedang dikandungnya (dua manusia lemah) dalam drama pengepungan dan penggerebekan di Kampung Kepohsari pagi ini, terhadap pelaksanaan UU HAM yang selama ini didengung-dengungkan? Bukankah ini jelas-jelas melanggar nilai-nilai HAM?

Amatlah nyata, bahwa hal ini akan menjadi noda hitam sejarah Indonesia, yang sebelumnya telah membuat UU HAM dengan tangan-tangan mereka sendiri, namun ternyata dilanggar juga.

Subhanallah, Maha Benar Allah dengan segala Firman dan Teguran-Nya.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (٥٠)

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS Al Maidah : 50) (ص'l/muslimdaily.net)



Pengamat Intelijen: Noordin M Top Sedang I'tikaf Di Jawa Barat

17-09-2009 | 14:01:36 WIB

Benarkah Noordin M Top tewas dalam penggerebekan di Solo? Pengamat terorisme Dynno Creesbon meragukannya. Menurutnya Noordin tidak termasuk dalam 4 orang tewas dalam penggerebekan Densus 88.

"Bukan Noordin karena menurut sumber, Noordin itu sedang iktikaf selama 10 hari menjelang lebaran ini di Jawa Barat," kata Dynno sebagaimana dikutip dari detikcom, Kamis (17/9/2009).

Selain itu, keyakinan Dynno juga didasari selama ini Urwah dan Noordin tidak pernah bersembunyi di tempat yang sama secara bersamaan. "Tidak mungkin Urwah dan Noordin jadi satu begitu. Saya yakin bukan Noordin," kata Dynno.

Tapi sumber polisi menyebut ciri-ciri jenazah sangat mirip dengan Noordin? "Belum ada satupun polisi di Indonesia yang mengetahui ciri-ciri Noordin saat ini. Jadi nggak bisa bilang begitu," jawab Dynno.

Kalau memang sedang i'tikaf, kenapa tidak langsung ditangkap saja ya?

(muslimdaily/dtk)


Keganjilan Penyergapan Di Solo, Mereka Meninggal Sebelum Diberondong Peluru

17-09-2009 | 14:07:22 WIB

Walaupun terbilang sukses menangkap beberapa "teroris", namun sejumlah keganjilan dalam operasi penggrebekan di Kepuhsari Mojosongo Jebres, Solo itu sedikit mulai terkuak. Diduga para korban yang tewas dalam penggrebekan itu sudah meninggal sekitar pukul 00.00 - 00.30 sebelum rumah tersebut terbakar habis. Seorang petugas keamanan yang ikut memeriksa kondisi para korban memastikan mereka tewas luka tembak. Tidak ada bekas luka bakar.

Ia memperkirakan, penyebab kebakaran itu berasal dari tabung tangki sepeda motor yang terkena peluru atau ledakan bom TNT yang dilempar petugas sehingga membakar rumah tersebut. Setelah api berkobar, muncul dua unit mobil pemadam kebakaran yang ikut memadamkan lokasi kejadian.

Seorang sumber yang bertugas sejak Maghrib itu mengaku sejak tengah malam hingga dinihari tidak ada tembakan perlawanan dari dalam rumah. Walaupun belakangan ditemukan senjata otomatis AK47 namun tidak bisa dipakai.

''Setahu saya, ada tiga jenis senjata api yang dipakai. Kalau saya amati desingan pelurunya sama dan semuanya searah,'' ujar sumber tadi.

Anehnya setelah kobaran api berhasil dijinakkan, berondongan peluru aparat hingga pagi justru makin intensif. ''Padahal dari dalam sama sekali tidak perlawanan. Jadi bukan baku tembak lagi tapi berondongan senapan satu arah,'' tutur sumber tadi.

Kecurigaan seperti itu kini berkembang di sekitar tempat kejadian. Adakah tembakan demi tembakan yang berlangsung paska kebakaran itu hanya sekedar kamuflase yang dibuat aparat seperti Temanggung? Masih perlu pembuktian yang lebih dari cukup.

''Yang pasti tadi saya lihat semuanya terkena luka tembak, termasuk istri Susilo yang sedang hamil. Tidak ada luka bakar pada tubuh mereka.'' (muslimdaily/rol)


TPM Sesalkan Penggerebekan di Solo
17-09-2009 | 14:29:31 WIB

Tim Pembela Muslim (TPM) menyayangkan penggerebekan yang dilakukan Densus 88 di Jebres, Solo, Jawa Tengah, sejak Rabu malam. Pasalnya penggerebekan dilakukan secara membabi buta.

Pembina TPM, Achmad Michdan mengatakan pihaknya meminta polisi menangkap pelaku teroris yang sebenarnya, yaitu Noordin M Top.

"Bukan orang lain yang malah menjadi korban," jelasnya saat ditemui di Bandung sebgaimana dikutip dari okenews.com, Kamis (17/9/2009).

Menurutnya belum jelas apakah orang yang berada di rumah itu terlibat terorisme atau tidak. Ia menyangkan penggerebekan berujung kematian, meski orang yang di dalam rumah itu belum tentu terlibat aktivitas terorisme.

"Sudah jelaskan pelakunya Noordin M Top, kenapa sampai sekarang belum tertangkap. Kenapa orang yang belum jelas teroris malah jadi korban dan setiap penggerebekan selalu berakhir kematian orang dalam rumah," sesalnya.

Ia menjelaskan, semestinya penangkapan dilakukan profesional dengan membiarkan tersangka dalam kondisi hidup. Hal ini akan mengungkap pelaku sebenarnya.

"Bila ditangkap hidup-hidup mungkin bisa memperoleh informasi terkait kegiatan teroris tersebut," ungkapnya.

TPM akan melakukan upaya hukum dan advokasi kepada keluarga korban yang tewas di Solo. "Tadi sudah ada belasan orang dari TPM yang ada di Solo. Nanti kita akan menyelidiki ke TKP untuk menghimpun informasi dari keluarga atau pun tetangga," imbuhnya. (muslimdaily/oke)

Noordin M Top Telah Terverifikasi Terbunuh dalam Drama Penggerebekan Seri 2
17-09-2009 | 16:22:57 WIB

MUSLIMDAILY - Dalam konferensi pers yang diadakan oleh Kapolri pada sekitar pukul 15:50 WIB, Jenderal Bambang Hendarso Danuri menyampaikan kepada media massa bahwa Amir Tandzim Al Qaeda Indonesia, Noordin M Top telah terbunuh dalam peristiwa pengepungan dan penggerebekan seri 2 yang terjadi sejak semalam hingga pagi tadi. Hal ini berdasarkan pencocokan data ante mortem berupa sidik jari jenazah dengan sidik jari yang dikirim oleh PDRM (Polisi DiRaja Malaysia), di mana ada 14 titik yang cocok pada test sidik jari ini dengan sidik jari Amir Al Qaedah Indonesia yang selama ini menjadi target pemburuan polisi Indonesia selama 9 tahun.

Pihak kapolri bersyukur atas berkah dan kehadirat Allah yang telah memudahkan mereka untuk menjadi algojo yang akhirnya berhasil membunuh Amir Tandzim Al Qaeda Indonesia ini. Kegembiraan ini, walaupun berbeda versi kebahagiaan yang dirasakan, tentu saja dialami oleh sebagian umat Islam di Indonesia lainnya yang juga sangat bersyukur bahwa Noordin M Top, Adib Susilo, Urwah dan Aryo inshaAllah telah berhasil memperoleh kemuliaan di sisi Allah sebagai lelaki-lelaki paling utama dengan kembali ke pangkuan-Nya sebagai syuhada' (inshaAllah) pada bulan mulia ini, yakni pada malam 27 Ramadan 1430 H, saat mereka melakukan amalan paling utama dalam Islam yakni berjihad di jalan-Nya demi membela agamanya, membela darahnya, dan melindungi darah saudara-saudara sesama muslim yang juga terkepung di situ saat itu.

Sebagaimana disampaikan oleh Sa’id bin Zaid radhiyallah ‘anhu, dimana beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya: “Barangsiapa yang mati karena membela (mempertahankan) hartanya maka dia syahid. Barangsiapa mati karena membela keluarganya maka dia syahid, barangsiapa mati karena membela agamanya maka dia syahid dan barangsiapa mati karena membela darahnya maka dia syahid.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

[Muslimdaily.net]

Tiga Keutamaan Akhir Ramadan Serta Foto Jenazah (Asy Syahid, inshaAllah) Noordin M Top CS


18-09-2009 | 08:02:46 WIB

MUSLIMDAILY - Hari Raya Idul Fitri 1430 H tinggal beberapa hari lagi, lagi-lagi umat Islam harus menyaksikan adegan drama reality pengepungan dan penggerebekan seri 2 di Kepohsari, Mojosongo kemarin. Suatu hal yang di sisi lain mengundang kesedihan, kesedihan karena tidak mampu menolong saudaranya yang sedang terdzolimi. Bagaimanapun juga, terhadap mereka yang dikepung menurut asas praduga tak bersalah, tetap tidak bisa dibenarkan apabila media dan masyarakat secara membabi buta membunuh karakter mereka, para muslimin yang kebetulan namanya tercantum dalam daftar pencarian orang atas kejahatan tertentu, sebelum tuduhan tersebut terbukti kebenarannya.

Sebagai umat Islam, semestinya kita ingat bagaimana Rasulullah memberikan tauladan bahwa proses penghukuman dalam Islam itu harus selalu ada pembuktian dan tidak ada hukuman sebelum proses pembuktian berjalan. Kalaupun saksi (akhirnya) mundur dari kesaksiannya, maka ia (tersangka) bisa bebas atau bahkan diberi kesempatan taubat (bagi pezina, dalam tarikh Islam). Sehingga tidak perlu heran apabila ada sebagian umat Islam tetap menganggap bahwa terbunuhnya Noordin M Top CS justru menghantarkan mereka meraih gelar syuhada' (inshaAllah). Karena mereka telah didzalimi haknya sebagai seorang muslim, yang semestinya tidak boleh dihukum atau bahkan dibunuh terlebih dahulu sebelum benar-benar terbukti melakukan semua tuduhan yang ditujukan pada mereka.

Di akhir ramadhan ini, kaum muslimin banyak mendapatkan kenikmatan dan keutamaan yang begitu berlimpah.

asySyahid (inshaallah) Noordin M TOP cs

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah [2] : 185)

Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan,”(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala memuji bulan puasa –yaitu bulan Ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ’alaihimus salam.” (Tafsirul Qur’anil Adzim, I/501, Darut Thoybah)

Ayat ini juga menjelaskan fungsi al-Quran sebagai هُدًى لِلنَّاسِ hudan li an-nâs (petunjuk bagi manusia), بَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى bayyinât min al-hudâ (penjelas), dan الْفُرْقَانِ al-furqân (pemisah/pembeda).

Imam Qurthubi mengatakan, bahwa tafsir dari firman Allah Swt. hudan li an-nas wa bayyinat min al-huda wa al-furqan adalah sebagai berikut:

Hudan dibaca nashab karena ia berkedudukan sebagai hâl dari al-Quran. Susunan kalimat semacam ini bermakna hâdiyan lahum (petunjuk untuk mereka). Frasa wa bayyinât berkedudukan sebagai ‘athaf ‘alayh.

Al-hudâ sendiri bermakna al-irsyâd wa al-bayân (petunjuk dan penjelasan). Maknanya, al-Quran secara keseluruhan—baik ayat-ayat muhkâm, mutasyâbihât, maupun nâsikh dan mansûkh—jika dikaji dan diteliti secara mendalam, akan menghasilkan hukum halal dan haram, nasihat-nasihat, serta hukum-hukum yang penuh hikmah. Adapun al-furqân bermakna mâ farraqa bayn al-haq wa al-bâthil” (hal yang bisa memisahkan antara yang haq dan yang batil).

Frasa hudan li an-nâs juga bermakna rasyâdan li an-nâs ilâ sabîl al-haq wa qashd al-manhaj (petunjuk kepada umat manusia menuju jalan kebenaran dan metode yang lurus);

bayyinât min al-hudâ bermakna wâdlihât min al-hudâ (petunjuk-petunjuk yang sangat jelas), artinya bagian dari petunjuk yang menjelaskan tentang hudûd Allah, farâ’idh-Nya, serta halal dan haram-Nya;

al-furqân bermakna al-fashl bayn al-haq wa al-bâthil (pemisah antara kebenaran dan kebathilan). Makna semacam ini sejalan dengan hadis yang diriwayatkan dari al-Suddi (yang artinya), “Maksud dari firman Allah Swt. wa bayyinât min al-hudâ wa al-furqân adalah bayyinât min al-halâl wa al-harâm. (penjelasan yang menjelaskan halal dan haram).

Al-Hafidz al-Suyuthi juga menjelaskan, bahwa al-hudâ bermakna petunjuk yang dapat menghindarkan seseorang dari kesesatan; bayyinât min al-hudâ bemakna ayat-ayat yang sangat jelas serta hukum-hukum yang menunjukkan seseorang kepada jalan yang benar; dan al-furqân bermakna pemisah antara kebenaran dan kebatilan.

Ayat di atas telah menggambarkan betapa Allah Swt. telah memuliakan dan mengagungkan bulan Ramadhan di atas bulan-bulan yang lain. Sebab, pada bulan itu Allah Swt. menurunkan al-Quran yang berisikan petunjuk, penjelasan, serta pemisah antara yang haq dan yang batil. Tidak hanya itu, al-Quran juga adalah sumber segala sumber hukum bagi kaum Muslim yang tidak boleh diingkari dan diacuhkan. Dalam hal ini, Ibn Taimiyah berkata, “Barangsiapa tidak mau membaca al-Quran berarti ia mengacuhkannya; barangsiapa membaca al-Quran namun tidak menghayati maknanya berarti ia juga mengacuhkannya; barangsiapa yang membaca al-Quran dan telah menghayati maknanya tetapi tidak mau mengamalkan isinya berarti ia mengacuhkannya.”

1. Laylatul Qadr

bahwa al-Quran al-Karim telah diturunkan Allah Swt. pada bulan Ramadhan. Dalam ayat lain al-Quran diturunkan pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar) dan pada malam yang diberkati (Lailatul Mubarokah). Al-Quran telah menyatakan hal ini dengan sangat jelas:

]إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ[

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi. (QS ad-Dukhan [44]: 3).

]إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ[

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada Malam Kemuliaan (Lailatul Qadar). (QS al-Qadr [97]: 1). Ali ash-Shabuni menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Layl Mubârakah (Malam yang Diberikahi) adalah malam yang sangat agung dan mulia, yaitu Lailatul Qadar, yang terdapat pada bulan yang penuh berkah (bulan Ramadhan). Hal senada dinyatakan oleh Ibn Jauzi.

Lailatul Qadar juga disebut sebagai malam yang penuh keberkahan, karena pada malam itu Allah Swt. menurunkan kepada hamba-Nya al-Quran al-Karim yang di dalamnya berisi keberkahan, kebaikan, dan pahala.

dalam kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin "Artinya : Barangsiapa bangun shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan keikhlasan maka dosanya yang telah lalu diampuni" [Hadits Riwayat Bukhari "Kitab Iman" Bab Sunnah Shalat Bulan Ramadhan Termasuk Dari Iman (37). Dan Muslim "Shalat Musafirin" Bab Hasungan Untuk Shalat Bulan Ramadhan (173).]

2. Keutamaan Jihad

Jihad memerangi musuh Islam tujuannya agar agama Allah tegak di muka bumi, bukan sekedar membunuh mereka.
Allah al-‘Aziiz berfirman:

"Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah saja. Jika mereka ber-henti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zhalim"[Al-Baqarah: 193]

Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat th. 310 H) rahimahullahu berkata: “Perangilah mereka sehingga tidak terjadi lagi kesyirikan kepada Allah, tidak ada penyembahan kepada berhala, kemusyrikan dan ilah-ilah lain, sehingga ibadah dan ketaatan hanya kepada Allah saja tidak kepada yang lain.” [Tafsiiruth Thabari (II/200).]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah…” [HR. Al-Bukhari (no. 25) dan Muslim (no. 22) dari Sahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma]

Abu ‘Abdillah al-Qurthubi (wafat th. 671 H) rahimahullah berkata: “Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa sebab ‘qital’ (perang) adalah kekufuran.” [Tafsiir al-Qurthubi (II/236), cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyah]

Syaikh as-Sa’di rahimahullahu berkata: “Maksud dan tujuan dari perang di jalan Allah bukanlah sekedar menumpahkan darah orang kafir dan mengambil harta mereka, akan tetapi tujuannya agar agama Islam ini tegak karena Allah di atas seluruh agama dan menghilangkan (mengenyahkan) semua bentuk kemusyrikan yang menghalangi tegaknya agama ini, dan itu yang dimaksud dengan ‘fitnah’ (syirik). Apabila fitnah (kemusyrikan) itu sudah hilang, tercapailah maksud tersebut, maka tidak ada lagi pembunuhan dan perang.” [Taisiirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan (hal. 89), Mu-assasah ar-Risalah, cet. I, th. 1420 H.]

Jadi, jihad disyari’atkan agar agama Allah tegak di muka bumi. Karena itu sebelum dimulai peperangan diperintahkan untuk berdakwah kepada orang-orang kafir agar mereka masuk Islam. [Muhimmatul Jihad oleh ‘Abdul Aziz bin Rais ar-Rais, th. 1424 H]

Keutamaan jihad sangat banyak sekali, di antaranya adalah:

1. Geraknya mujahid (orang yang berjihad di jalan Allah) di medan perang itu diberikan pahala oleh Allah. [at-Taubah:120-121.]

2. Jihad adalah perdagangan yang untung dan tidak pernah rugi. [ash-Shaaf: 10-13]

3. Jihad lebih utama daripada meramaikan Masjidil Haram dan memberikan minum kepada jama’ah haji. [at-Taubah: 19-21]

4. Jihad merupakan satu dari dua kebaikan (menang atau mati syahid). [at-Taubah: 52.]

5. Jihad adalah jalan menuju Surga. [Ali ‘Imran: 142.]

6. Orang yang berjihad, meskipun dia sudah mati syahid namun ia tetap hidup dan diberikan rizki. [Ali ‘Imran: 169-171]

7. Orang yang berjihad seperti orang yang berpuasa tidak berbuka dan melakukan shalat malam terus-menerus. [HR. Al-Bukhari (no. 2785), Muslim (no. 1878), at-Tirmidzi (no. 1619) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.]

8. Sesungguhnya Surga memiliki 100 tingkatan yang disediakan Allah untuk orang yang berjihad di jalan-Nya. Antara satu tingkat dengan yang lainnya berjarak seperti langit dan bumi. [HR. Al-Bukhari (no. 2790) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu]

9. Surga di bawah naungan pedang. [HR. Al-Bukhari (no. 3024-3025) dari Sahabat ‘Abdullah bin Abi ‘Aufa Radhiyallahu ‘anhu]

10. Orang yang mati syahid mempunyai 6 keutamaan: (1) diampunkan dosanya sejak tetesan darah yang pertama, (2) dapat melihat tempatnya di Surga, (3) akan dilindungi dari adzab kubur, (4) diberikan rasa aman dari ketakutan yang dahsyat pada hari Kiamat, (5) diberikan pakaian iman, dinikahkan dengan bidadari, (6) dapat memberikan syafa’at kepada 70 orang keluarganya. [HR. At-Tirmidzi (no. 1663), Ibnu Majah (no. 2799) dan (Ahmad IV/131) dari Sahabat Miqdam bin Ma’di al-Kariba Radhiyallahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”]

11. Orang yang pergi berjihad di jalan Allah itu lebih baik dari dunia dan seisinya. [HR. Bukhari (no. 2792), Fat-hul Baari (VI/13-14) dari Sahabat Anas bin Malik.]

12. Orang yang mati syahid, ruhnya berada di qindil (lampu/ lentera) yang berada di Surga. [HR. Muslim (no. 1887) dan Tirmidzi (no. 3011) dari Sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu]

13. Orang yang mati syahid diampunkan seluruh dosanya kecuali hutang. [HR. Muslim (no. 1886) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu at-Tirmi-dzi (no. 1640), dari Sahabat Anas Radhiyallahu ‘anhu, shahih.]

14. Rasulullah bersabda bahwa'puncak persoalan adalah Islam. Barangsiapa pasrah diri (masuk Islam) maka ia selamat. Tiangnya islam adalah sholat & atapnya adalah jihad. Yang dapat mencapainya hanya orang yang paling utama di antara mereka. [HR Thabrani]

15. Berjaga-jaga 1 malam dalam jihad fi sabilillah lebih afdhal (utama) dari 1000 malam disholati malam harinya & dipuasai siangnya [HR Hakim]

3. Keutamaan Syahid

Allah memberikan banyak keutamaan kepada orang yang mati syahid.

وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

Artinya : “Mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An Nisaa : 69)

Para fuqaha juga menggunakan lafazh syahadah untuk kematian di jalan Allah.. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 9292) dan orang yang mendapatkan syahadah diistilahkan dengan “syahid”.

a. Bau darahnya seperti aroma misk

“Demi dzat yang jiwaku ditanganNya! Tidaklah seseorang dilukai dijalan Allah-dan Allah lebih tahu siapa yang dilukai dijalanNya-melainkan dia akan datang pada hari kiamat : berwarna merah darah sedangkan baunya bau misk” (HR. Ahmad dan Muslim)

Dr. Abdullah Azzam menyampaikan, “Subhanallah ! Sungguh kita telah menyaksikan hal ini pada kebanyakan orang yang mati syahid. Bau darahnya seperti aroma misk (minyak kasturi). Dan sungguh disakuku ada sepucuk surat-diatasnya ada tetesan darah Abdul wahid(Asy Syahid, insya Allah)- dan telah tinggal selama 2 bulan, sedangkan baunya wangi seperti misk.”

b. Tetesan darahnya merupakan salah satu tetesan yang paling dicintai Allah.

“Tidak ada sesuatu yang dicintai Allah dari pada dua macam tetesan atau dua macam bekas : tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang tertumpah dijalan Allah; dan adapun bekas itu adalah bekas (berjihad) dijalan Allah dan bekas penunaian kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah” (HR. At Tirmidzi – hadits hasan)

c. Ingin dikembalikan lagi ke dunia (untuk syahid lagi)

“maka dia (ingin) terbunuh sepuluh kali (lagi) tatkala melihat kemuliaan syahadah” (HR. Al Bukhari-Muslim)

d. Ditempatkan di surga firdaus yang tertinggi

Nabi Saw bersabda kepada Ummu Haritsah binti Nu’man-sdangkan putranya terbunuh diperang badar-ketika dia bertanya kepada beliau (tentang nasib puttranya): “Dimana dia?” Nabi Saw bersabda :”Sesungguhnya dia ada disurga Firdaus yang tinggi.” (H.R. Al Bukhari)

e. Arwah Syuhada ditempatkan di tembolok burung hijau

“Sesungguhnya ruh-ruh para syuhada’ itu ada didalam perut burung hijau. Baginya ada lentera-lentera yang tergantung di arsy. Mereka bebas menikmati surga sekehendak mereka, kemudian singgah pada lentera-lentera itu. Kemudian Rabb mereka memperlihatkan diri kepada mereka dengan jelas, lalu bertanya: “Apakah kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami bisa menikmati surga dengan sekehendak kami?” Rabb mereka bertanya seperti itu sebanyak tiga kali. Maka tatkala mereka merasa bahwasanya mereka harus minta sesuatu, mereka berkata, “Wahai Rabb kami ! kami ingin ruh kami dikembalikan ke jasad-jasad kami sehingga kami dapat berperang dijalanMu sekali lagi. “Maka tatkala Dia melihat bahwasanya mereka tidak mempunyai keinginan lagi, mereka ditinggalkan.” (HR. Muslim)

f. Orang yang mati syahid itu hidup

Dr. Abdullah Azzam menyampaikan, “Dan sungguh kami telah melihat sebagian dari bukti-bukti yang jelas, yang menunjukkan secara nyata bahwa para syuhada’ itu hidup.” Umar hanif menceritakan kepadaku (Abdullah Azzam), dia berkata, “Aku telah membuka dengan tanganku dua belas kuburan para syuhada’. Maka aku tidak lah mendapati seorang syahidpun yang berubah jasadnya ; dan aku lihat sebagian meraka tumbuh jenggotnya dan panjang kukunya didalam kubur.”

Dan kisah dari DR. Babrak yang syahid di Urgun dan mereka membawanya ke Phabi (kamp Muhajirian Afghan di Pesyawar). Ketika anak-anaknya menjenguk (sepulang) dari sekolah dan berdiri disamping kepalanya, dia (Dr. Babrak) menangis dan air matanya mengalir diatas wajahnya.

g. Syahid itu tidak merasakan sakitnya pembunuhan

“Orang yang mati syahid itu tidak merasakan (kesakitan) pembunuhan kecuali sebagaiman seorang diantara kalian merasakan (sakitnya) cubitan.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i – hadits hasan)

dan diriwayat yang shahih :

“Orang yang mati syahid itu tidak mendapatkan sentuhan pembunuhan kecuali sebagaimana salah seorang diantara kalian mendapatkan cubitan yang dirasakannya.”

Juga dalam Al Qur'an Al Karim:

”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam Keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (QS. Al Imron : 169 – 171)

Dr. Abdullah Azzam menceritakan, ” Kami melihat hal ini pada saudara kami, Khalid al-kurdie dari madinah al Munawwaroh ketika ranjau meledak mengenainya, sehingga terbang kakinya, terbelah perutnya, keluar ususnya dan terkena luka ringan pada tangan luarnya. Datanglah Dr. Shalih al-Laibie mengumpulkan ususnya dan mengembalikan kedalam perutnya seraya menangislah Dr. Shalih. Maka bertanyalah Khalid al-Kurdie kepadanya : “Mengapa engkau menangis, dokter? Ini adalah luka ringan pada tanganku.” dan tinggalah dia berbincang-bincang dengan meraka selama 2 jam hingga akhirnya ia menjumpai Allah. Dia tidak merasakan bahwasanya kakinya telah terpotong dan perutnya terbuka.” [Kado Istimewa untuk sang mujahid karya Syaikh Dr. Abdullah Azzam]

[ص'l/muslimdaily.net/revolusidamai.multiply.com]


Komnas: Noordin Tewas, Polisi Langgar HAM

17 September 2009, 08:11 PM

Jakarta (Arrahmah.com) - Buronan "teroris" nomor wahid Noordin M Top akhirnya tewas di tangan Densus 88. Namun keberhasilan Densus itu ternyata malah dinilai Komnas HAM telah melanggar hak asasi manusia.

"Polri tak boleh arogan. Masalah teroris itu masalah semua orang. Yang disesalkan ini adalah perlakuannya Polri terlalu vulgar. Penanganan terorisme kalau salah, itu melanggar HAM," ujar Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM Ridha Saleh di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Kamis (17/9).

Menurut Ridha, Polri harus berhati-hati menangani teroris, juga harus menghormati harkat dan martabat manusia. Jangan sampai membuat tidak simpati, malah membuat curiga ada apa sebenarnya.

"Penanganan masalah terorisme perlu dievaluasi agar masalah teroris ini tidak muncul masalah baru," pesannya.

Ia mengatakan, Komnas HAM sudah mewanti-wanti agar penanganan masalah teroris harus diperhatikan benar. "Karena data itu sangat penting, karena tidak boleh dibunuh tanpa ada proses hukum," jelasnya. [inilah.com]


Noordin M Top, Selamat Jalan Wahai Mujahid…

19 September 2009, 04:18 AM

Noordin M Top tewas dalam penggrebekan yang dilakukan aparat densus dan kepolisian di desa Mojosongo, Jebres, Solo, Kamis, 17 September 2009. Sebagian besar orang mengutuk dan bergembira dengan tewasnya Noordin. Sedikit yang simpati dan haru dengan kepergiannya. Jikalau pilihan Noordin M Top dalam berjihad memerangi musuh-musuh Islam, utamanya Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya benar, maka betapa beruntungnya dia. Karena dia akan dianggap sebagai mujahid dan mati sebagai syuhada. Insya Allah!

Jihad Hukum Islam Yang Abadi

Banyak orang beranggapan jika seorang pemimpin jihad atau seorang mujahid syahid, maka jihad akan berhenti dan berarti perjuangan mereka mengalami kekalahan. Padahal dalam pandangan Islam, jika seorang mujahid syahid, maka itu adalah sebuah ‘kemenangan’ dan sebuah kemuliaan bagi ummat Islam.

Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar.” (QS At Taubah (9) : 111)

Dalam sejarah panjang Islam, telah berlalu para mujahidin menuju syahid, hingga wafatnya Nabi Muhammad SAW, dan hal tersebut merupakan sunatullah (hukum alam dan ketetapan Allah SWT) yang harus terjadi dan dialami oleh kaum Muslimin dalam memperjuangkan agama mereka. Sejak syahidnya para pahlawan perang Badar, Uhud, Khandaq, hingga syahidnya para mujahid di abad modern, seperti Syekh Abdullah Azzam, Syekh Ahmad Yassin, Rantisi, Khattab, Samil Bashayev, Mullah Dadullah, Syekh Yusuf Al Uyairi, Syekh Abu Mus’ab Az Zarqawi, Syekh Mukhlas, Imam Samudra, Amrozi, dan kini Noordin M Top.

Kematian seorang mujahid di tangan musuhnya bisa saja dianggap sebagai sebuah kesuksesan besar, terutama bagi musuh-musuh Islam, yakni Amerika dan sekutu-sekutunya. Tapi bagi mujahid, kematian mulia tersebut atau syahid adalah kemuliaan yang selama ini mereka selalu mencarinya. Karena dalam kamus mereka hanya ada dua kebaikan dan berusaha mendapatkan salah satu darinya, yakni Hidup Mulia atau Mati Syahid.

Syekh Usamah bin Ladin dalam video The Caravan of Syuhada mengatakan:

“Penutup para nabi dan rasul, Muhammad SAW., mengharapkan kedudukan ini. Perhatikan dan renungkan kedudukan seperti apakah yang diharapkan oleh sebaik-baiknya manusia ini. Beliau berharap menjadi seorang syahid. “Demi jiwa Muhammad yang ada ditangan-Nya. Sungguh aku berharap bisa berperang lalu aku terbunuh, kemudian (hidup lagi) untuk berperang lalu aku terbunuh, kemudian (hidup lagi) untuk berperang lalu aku terbunuh.” (Al Hadits)

Hidup yang lama dan panjang ini diringkas oleh Nabi SAW dengan petunjuk Allah SWT., dalam sabda Beliau di atas. Beliau sangat menginginkan kedudukan ini. Orang yang bahagia adalah orang yang telah dipilih oleh Allah SWT sebagai seorang syahid.

“Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki. Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepadanya, dan bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia dari Allah. Dan sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran (3) : 168-171)

Wallahu’alam bis Showab! (M.Fachry/arrahmah.com)

Teror, Akar Sejarah dan Perkembangannya

Teror dan terorisme adalah dua kata yang hampir sejenis yang dalam hampir satu dekade ini menjadi sangat populer, atau tepatnya sejak peristiwa 9/11 pada tahun 2001. Jika Anda memasukan kata terorisme pada mesin pencari di internet, maka Anda akan mendapati ribuan bahkan jutaan hasilnya, dengan segala latar belakang, pembelaan, tuduhan, perkembangan, dan lain-lainnya (yang ironisnya, selalu saja menjadi kata sifat dan keterangan dari sebuah agama bernama Islam). Sebenarnya apa dan bagaimana terorisme itu?

Arti Teror atau Terorisme

Kata teror pertama kali dikenal pada zaman Revolusi Prancis. Diakhir abad ke-19, awal abad ke-20 dan menjelang PD-II, terorisme menjadi teknik perjuangan revolusi. Misalnya, dalam rejim Stalin pada tahun 1930-an yang juga disebut ”pemerintahan teror”. Di era perang dingin, teror dikaitkan dengan ancaman senjata nuklir.

Kata Terorisme sendiri berasal dari Bahasa Prancis le terreur yang semula dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata terorisme dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Dengan demikian kata terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.

Namun, istilah ”terorisme” sendiri pada 1970-an dikenakan pada beragam fenomena: dari bom yang meletus di tempat-tempat publik sampai dengan kemiskinan dan kelaparan. Beberapa pemerintahan bahkan menstigma musuh-musuhnya sebagai ”teroris” dan aksi-aksi mereka disebut ”terorisme”. Istilah ”terorisme” jelas berkonotasi peyoratif, seperti istilah ”genosida” atau ”tirani”. Karena itu istilah ini juga rentan dipolitisasi. Kekaburan definisi membuka peluang penyalahgunaan. Namun pendefinisian juga tak lepas dari keputusan politis.

T.P.Thornton dalam Terror as a Weapon of Political Agitation (1964) mendefinisikan terorisme sebagai penggunaan teror sebagai tindakan simbolis yang dirancang untuk mempengaruhi kebijakan dan tingkah laku politik dengan cara-cara ekstra normal, khususnya dengan penggunaan kekerasan dan ancaman kekerasan. Terorisme dapat dibedakan menjadi dua katagori, yaitu enforcement terror yang dijalankan penguasa untuk menindas tantangan terhadap kekuasaan mereka, dan agitational terror, yakni teror yang dilakukan menggangu tatanan yang mapan untuk kemudian menguasai tatanan politik tertentu.

Jadi sudah barang tentu dalam hal ini, terorisme selalu berkaitan erat dengan kondisi politik yang tengah berlaku.

Sejarah Terorisme

Terorisme berkembang sejak berabad lampau. Asalnya, terorisme hanya berupa kejahatan murni seperti pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari terorisme.

Meski istilah Teror dan Terorisme baru mulai populer abad ke-18, namun fenomena yang ditujukannya bukanlah baru. Menurut Grant Wardlaw dalam buku Political Terrorism (1982), manifestasi Terorisme sistematis muncul sebelum Revolusi Perancis, tetapi baru mencolok sejak paruh kedua abad ke-19. Dalam suplemen kamus yang dikeluarkan Akademi Perancis tahun 1798, terorisme lebih diartikan sebagai sistem rezim teror.

Perkembangan Terorisme

Terorisme muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I, terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Pada pertengahan abad ke-19, Terorisme mulai banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Mereka percaya bahwa Terorisme adalah cara yang paling efektif untuk melakukan revolusi politik maupun sosial, dengan cara membunuh orang-orang yang berpengaruh.

Bentuk pertama Terorisme, terjadi sebelum Perang Dunia II, Terorisme dilakukan dengan cara pembunuhan politik terhadap pejabat pemerintah. Bentuk kedua Terorisme dimulai di Aljazair di tahun 50an, dilakukan oleh FLN yang mempopulerkan “serangan yang bersifat acak” terhadap masyarakat sipil yang tidak berdosa. Hal ini dilakukan untuk melawan apa yang disebut sebagai Terorisme negara oleh Algerian Nationalist. Pembunuhan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keadilan. Bentuk ketiga Terorisme muncul pada tahun 60an dan terkenal dengan istilah “Terorisme Media”, berupa serangan acak terhadap siapa saja untuk tujuan publisitas.

Penghalang Terorisme

Namun Terorisme bentuk ini dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang ketika itu sebagian besar buta huruf dan apatis. Seruan atau perjuangan melalui tulisan mempunyai dampak yang sangat kecil. Akan lebih efektif menerapkan “the philosophy of the bomb” yang bersifat eksplosif dan sulit diabaikan. Pasca Perang Dunia II, dunia tidak pernah mengenal "damai".

Berbagai pergolakan berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan. Konfrontasi negara adikuasa yang meluas menjadi konflik Timur - Barat dan menyeret beberapa negara Dunia Ketiga ke dalamnya menyebabkan timbulnya konflik Utara - Selatan. Perjuangan melawan penjajah, pergolakan rasial, konflik regional yang menarik campur tangan pihak ketiga, pergolakan dalam negeri di sekian banyak negara Dunia Ketiga, membuat dunia labil dan bergejolak. Ketidakstabilan dunia dan rasa frustasi dari banyak Negara Berkembang dalam perjuangan menuntut hak-hak yang dianggap fundamental dan sah, membuka peluang muncul dan meluasnya Terorisme.

Fenomena Terorisme meningkat sejak permulaan dasa warsa 70-an. Terorisme dan Teror telah berkembang dalam sengketa ideologi, fanatisme agama, perjuangan kemerdekaan, pemberontakan, gerilya, bahkan juga oleh pemerintah sebagai cara dan sarana menegakkan kekuasaannya.

Teror di Masa Sekarang

Sebagai bagian dari fenomena sosial, terorisme jelas berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Cara-cara yang digunakan untuk melakukan kekerasan dan ketakutan juga semakin canggih seiring dengan kemajuan teknologi modern. Proses globalisasi dan budaya massa menjadi lahan subur perkembangan terorisme. Kemudahan menciptakan ketakutan dengan teknologi tinggi dan liputan edia yang luas membuat jaringan dan tindakan teror semakin mudah mencapai tujuan.

Saat ini, a motif terorisme lebih sering dikaitkan dengan dimensi moral yang luas seperti nilai, ideologi, agama, ketidakadilan tatanan dan struktur sosial maupun konstelasi dunia. Namun tidak dipungkiri, bahwa sekarang ini, Islam diidentikan sedemikian rupa sebagai agama yang mengusung terorisme. Perkembangan Islam, baik secara institusi dan ataupun individualnya, telah mengkhawatirkan dunia internasional sedemikian rupa tanpa alasan yang jelas sama sekali.

Stigma Islam yang melahirkan kekerasan terus dimunculkan setiap hari di berbagai belahan dunia.Hingga umat pun perlahan-lahan mulai percaya bahwa Islam mengusung kekerasan seperti itu, padahal tak sedikitpun agama ini menganjurkan kekerasan. Dalam berperang, Islam telah mengajarkan syarat dan ketentuan seperti tidak sembarangan, tidak boleh membunuh non-kombatan, tidak boleh merusak pepohonan, tidak boleh berlebihan, dan sebagainya. (sa/berbagaisumber)

Pers Hanya Asal Memberitakan

Pemberitaan yang berbiak ke sana-kemari, sampai jauh dari ujung pangkal persoalan terorisme, menunjukkan kelemahan peliputan media massa

Hidayatullah.com--Tampaknya pemberitaan yang berbiak ke sana-kemari, sampai jauh dari ujung pangkal persoalan terorisme, menunjukkan kelemahan peliputan media massa. Media hanya mampu mengambil fakta-fakta di permukaan. Manakala fakta-fakta di permukaah sudah habis, masuk ke ranah lain yang bisa jadi tidak terlalu berhubungan dengan persoalan terorisme itu sendiri. Malah masuk ke wilayah sensitif praktik beribadah.

Terbanyak peliputan itu hanya menghasilkan tulisan berita, yang bersandarkan fakta objektif. Padahal teknik penulisan ini pada media-media di negara-negara maju, seringkali tidak memuaskan kebutuhan informasi masyarakat pembaca.

Itu sebabnya untuk mengungkap persoalan-persoalan pelik di masyarakat, terdapat teknik-teknik peliputan lain semacam investigasi, interpretatif, eksplanatori, dan sebagainya. Teknik-teknik peliputan itu pun menjadi kategori dalam pemberian penghargaan Pulitzer untuk tulisan jurnalistik unggulan di Amerika Serikat. Bahkan di media The New York Times terdapat Divisi Peliputan Investigasi.

Kebutuhan teknik-teknik peliputan tersebut sebagai upaya mencari dan menggali persoalan-persoalan yang ada di masyarakat dengan lebih mendalam. Penggalian ini sampai menyentuh fakta-fakta yang belum terungkap. Fakta-fakta yang mendalam itu bisa jadi sekadar dituliskan menjadi sebuah laporan mendalam, atau juga ditulis, dianalisa, kemudian dimuat.

Di antara figur wartawan berkemampuan semacam ini dapat mencontoh Bob Woodward dan Carl Bernstein dari Washington Post yang mengungkap skandal Watergate, yang menyebabkan Presiden AS Richard Nixon mengundurkan di tahun 1974. Kedua wartawan itu kemudian memenangkan penghargaan Pulitzer.

Skandal Watergate
itu berupa penyusupan staf Nixon ke markas besar Komite Nasional Partai Demokrat di kompleks Kantor Watergate di Washington, DC pada 17 Juni 1972. Penyelidikan yang dilakukan oleh Federal Bureau of Investigation (FBI) dan kemudian oleh Komite Watergate Senat, House Judiciary Committee, dan pers mengungkapkan bahwa pencurian ini adalah salah satu dari banyak kegiatan ilegal yang dilaksanakan oleh staf Nixon.

Wartawan juga mengungkapkan lingkup kejahatan dan pelanggaran sangat besar lainnya, termasuk kampanye penipuan, spionase dan sabotase politik, audit pajak yang tidak semestinya, dan penyadapan ilegal pada skala besar.

Yang terbaru apa yang dilakukan wartawan investigasi The New York Times David Stephenson Rohde yang mencari informasi di daerah-daerah berbahaya. Ia telah pergi ke Afghanistan dan Irak untuk menulis upaya menciptakan perdamaian dan keamanan di negara-negara itu. Dia menulis penderitaan atas orang-orang yang ditahan dan dibebaskan dari pusat tahanan militer AS di Teluk Guantanamo, Kuba. Selama tahun 2004 dan 2005 ia menulis panjang lebar tentang perlakuan terhadap tahanan di penjara Abu Ghraib yang terkenal di Baghdad dan di Pangkalan Udara Bagram di Afghanistan.

Pada November 2008 ketika melakukan riset untuk sebuah buku di Afghanistan, ia dan dua rekannya diculik oleh anggota Taliban. Pada bulan Juni 2009 Rohde dan salah satu rekannya berhasil melarikan diri dari tahanan.

Selama ditawan, kolega Rohde di The New York Times mengimbau kepada anggota lain dari media massa untuk tidak membuat tulisan yang berkaitan dengan penculikan tersebut. Blackout media tentang penculikan Rohde telah menyebabkan perdebatan di kalangan media, antara kepentingan keselamatan nyawa Rohde dan tanggung jawab menuliskan berita kepada masyarakat.

Atas tulisan-tulisan Rohde di Afghanistan itu, pada bulan April 2009 mendapat penghargaan Pulitzer yang kedua kalinya. Pulitzer pertama diperolehnya pada pada tahun 1996 ketika meliput dan mengungkapkan pembantaian masal muslim Bosnia di Srebrenica.

Dalam aktivitas peliputan ini ia sempat ditawan tentara Serbia dan disidangkan di Serbia-Kroasia tanpa didampingi penterjemah, pengacara, dan perwakilan diplomatik AS, sebagaimana ditentukan Konvensi Wina. Upaya pembebasannya kemudian dilakukan pemerintah AS dengan menekan pemerintah Bosnia Serbia.

Atas liputan Rohde di Bosnia, wartawan Henry Porter dari Inggris berkomentar, “liputan-liputan saat perang sipil di Bosnia sangat berbahaya, para wartawan tidak bisa mencegah rejim Milosevic yang begitu bernafsu, kecuali Rohde yang berani mengambil resiko mengungkapkan pembantaian masal atas ribuan orang muslim di Srebrenica. Pembantai besar-besaran itu mungkin tidak akan terungkapkan tanpa kehadiran David Rohde yang sangat pemberani.”

Keberanian para wartawan investigasi ini berangkat dari curiousity atas fakta-fakta yang terpendam, terutama terhadap kasus-kasus yang besar. Mereka bekerja dengan profesional untuk mengungkapkan kebenaran kepada masyarakat. Teknik peliputan yang sama mestinya juga dapat dilakukan wartawan di tanah air, dengan cara-cara yang benar, profesional, dan tidak bersinggungan dengan persoalan-persoalan sensitif di masyarakat.

Untuk kasus peliputan terorisme ini, Zainal Arifin Emka memberikan pandangan, polisi memang nara sumber yang punya otoritas untuk dikutip keterangan atau pernyataannya. Tapi wartawan harus juga bersikap skeptis. Selalu ada keinginan untuk menguji kebenaran. Tidak asal telan saja.

“Polisi kan juga manusia yang bisa salah duga, salah sangka, bahkan salah tangkap, seperti terjadi dalam beberapa kasus. Janganlah kita menghukum orang yang tidak bersalah dan wartawan ikut memperteguhnya karena sikap serampangan dalam liputan. Wartawan perlu dididik untuk tidak main gebyah uyah, menggeneralisasi,” katanya.

Ia mengatakan, di zaman Orde Baru pers kita tidak kritis karena alasan dikekang kebebasannya. Sekarang setelah bebas, ternyata pers kita tidak beranjak dari kungkungan, bahkan dalam kasus terorisme kehilangan sikap kritisnya. “Setidaknya ada hasrat untuk menguji kebenaran suatu informasi. Alasan saya sederhana saja. Masyarakat kita makin pinter, masak wartawannya tidak belajar. Naif sekali kalau wartawan atau media menganggap masyarakat bisa dibodohi,” ujarnya.

Menurut Mashadi, pemberitaan kasus terorisme menunjukkan media massa, khususnya televisi, tidak berada dalam posisi yang obyektif. “Banyak pemberitaan media yang sudah menyimpulkan persoalan sebelum ada pembuktian dari pihak kepolisian,” jelasnya.

Akibatnya, kata Mashadi, banyak pihak dirugikan. Seperti dialami keluarga Nurhasbi alias Nursahid. Dalam pemberitaan Nurhasbi dituduh sebagai pelaku pengeboman. Setelah tes DNA, tuduhan itu tidak terbukti.

“Meski melegakan karena terbebas dari tuduhan, tapi nama keluarga besar Nurhasbi telah tercoreng oleh stigmatisasi yang dibangun media.”

Sayangnya, tambah Mashadi, sampai detik ini belum ada satu media pun yang mengklarifikasi dan meminta maaf kepada keluarga Nurhasbi.

“Saya kira keluarga Nurhasbi dan korban-korban lainnya berhak memperkarakan media-media yang telah melakukan stigmatisasi,” jelas lelaki yang juga sebagai Ketua Forum Umat Islam (FUI) ini.

Begitulah. Barangkali pers di Indonesia masih perlu bersikap arif dan profesional. Jika di masyarakat yang mayoritas non-muslim semacam di Filipina saja (lihat tulisan: Pers Mengejar Rating, Kaum Muslim Pun Tersakiti) pers bisa berniat bertenggang rasa terhadap masyarakat muslim yang minoritas untuk masalah-masalah sensitif, mengapa di negeri ini yang mayoritas muslim dan pers telah berada di alam reformasi, masih bekerja asal srundhal-srundhul dan sepak sana-sepak sini? Agaknya pers perlu introspeksi diri dalam melakukan pekerjaannya. [si/ibnu/www.hidayatullah.com]
Last Updated ( Wednesday, 26 August 2009 14:32 )