Jumat, 25 September 2009

Wasiat Jihad Yang Terpendam

Didalam kehidupan berjama'ah, masalah paling rawan dan sering mengundang musibah adalah perpecahan. Untuk itu, sejak dini Imam SM. Kartosuwiryo sudah mengantisipasi kemungkinan bakal timbulnya permusuhan dan perpecahan dikalangan jama'ah mujahidin. Maka beliau mewasiatkan perlunya setiap mujahid membersihkan niat, ikhlas berjuang semata-mata untuk melaksanakan amanah Ilahy. Untuk maksud ini hendaknya mereka membangun kebersamaan dan mengokohkan persaudaraan berdasarkan iman dan kasih sayang.


Ikhlas dalam berjuang, seperti diceritakan oleh seorang ikhwan, bahwa Abu Daud Beureuh, Imam NII yang kedua senantiasa menasehatkan dengan kata-katanya: "Hendaknya kamu ikhlas dalam berjuang. Bila kesuksesan menyertaimu, maka ummat akan ikut menikmati hasil perjuanganmu. Tapi bila gagal dan musibah menimpamu, janganlah menyusahkan ummat dengan keluhan-keluhanmu. Sabar dan tabahlah menghadapinya sendirian. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar". "Dalam kita ta'at dan patuh, termasuk pula istilah disiplin dalam pengertian khusus maupun umum. Ta'at dan patuh tanpa rasa cinta-setia, niscaya akan terasa kaku, tegang, gersang dan tandus, laksana suara tanpa irama. Bahkan adakalanya terasa sebagai sesuatu yang keras dan kejam, kasar dan bengis.

Maka untuk memperoleh hasil yang sempurna, jiwa-jiwa yang besar manfa'at dan maslahatnya untuk ummat, negara dan agama. Kuncinya terletak di dalam jiwa, atau lebih jelasnya, jika mujahid yang harmonis selaras dengan tugasnya. Dan pokok pangkal keselarasan jiwa itu terletak pada rasa cinta, yaitu perasaan suci murni yang bersemayam di dalam kalbu seorang mujahid sejati. Untuk kepentingan jihad, jiwa yang berani bertindak menyalurkan tingkah laku dan amal perbuatannya berdasarkan hukum-hukum jihad. Landasan pembinaan jiwa kesatriaan itu antara lain :

1. Rasa cinta setia pada Allah dalam makna dan wujud. sanggup dan mampu melaksanakan tiap-tiap perintah-Nya dan menjauhi tiap-tiap larangan-Nya, tanpa kecuali dan tawar menawar. Mendahulukan dan mengutamakan pelaksanaan perintah-perintah Allah dari pada sesuatu diluarnya. Mendasarkan tiap-tiap tindakan dan amalnya atas wahdaniyat Allah, tegasnya atas tauhid sejati dan tidak atas alasan petimbangan atas dalih apapun, melainkan hanya berdasarkan : Allah minded 100 %.

2. Rasa cinta setia kepada Rasulullah dalam makna dan wujud. Sanggup dan mampu merealisasikan ajaran dan sunnahnya, dengan kepercayaan serta keyakinan sepenuhnya, bahwa tidak ada contoh dan tauladan lebih utama daripada ajaran dan sunnahnya. Khusus dalam rangka jihad, tegasnya dalam rangka usaha membina "Negara Madinah Indonesia". Pantang melakukan sesuatu diluar ajaran dan hukum Islam sepanjang sunnah hingga mencapai tarap : Islam minded 100 %.

3. Rasa cinta setia kepada Ulil Amri Islam atau Imam Negara Islam Indonesia (NII), Penglima Tertinggi Angkatan Perang Yang didalamnya termasuk :

a). Rasa cinta setia kepada pemerintah Daulah Islam dan tidak kepada sesuatu diluarnya.

b). Rasa cinta setia kepada Daulah Islam dan tidak kepada suatu negara diluarnya.

c). Rasa cinta setia kepada undang-undang (Qanun Asasi) Negara Islam Indonesia dan tidak kepada undang-undang negara manapun. Kesemua itu tercakup dalam istilah : Negara Islam Indonesia minded 100 %.

Demikianlah beberapa peraturan dasar yang digariskan Imam NII, SM. Katosuwiryo yang harus dipatui oleh segenap anggota jama'ah besar mujahidin. Segala apa yang diwasiatkan oleh Imam hendaknya direnungkan, diresapkan serta diamalkan dalam kenyataan. Sebab jika tidak, niscaya wasiat itu hanya akan menjadi pengetahuan yang mati. Sekalipun kata-kata itu sering dikutip, bila tidak diamalkan, akan menjadi kurang berarti, setelah kita sendiri tidak mengalami apa yang telah dialami oleh para pendahulu kita. Pada akhirnya, nasehat-nasehat yang merupakan hikmah terpendam itu hanya akan menjadi ilmu pengetahuan yang mati, yang tidak memiliki daya guna dalam meneruskan langkah-langkah perjuangan.

Na'udzubillahi min dzalik !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar