Sabtu, 26 September 2009

Menegakkan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‘ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka-lah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104)

Amar ma’ruf dan nahi munkar, aslinya adalah bahasa Arab yang sudah sangat mengindonesia. Makna dari ungkapan tersebut adalah memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran. Yang dinilai sebagai sebuah kebaikan bukanlah kebaikan semata-mata dalam pandangan sosial, tetapi kebaikan dalam kaca mata syara’. Demikian pula kejahatan dan kemunkaran yang dimaksud adalah kemungkaran dalam ketentuan syara’.

Kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar ini sesungguhnya adalah kewajiban asasi dalam Islam. Umat Islam wajib melakukan hal ini karena ia merupakan baju pelindung bagi syiar-syiar lainnya. Bagi siapa saja yang mau mempelajari Al-Quran dan As-Sunnah, akan menemukan perintah ini dikemukakan berulang-ulang. Ada yang diungkapkan dalam bentuk perintah, berita dan ada dalam bentuk ancaman. Banyaknya ayat dan hadis tentang masalah ini menunjukkan bahwa kewajiban itu lebih jelas dan terang dari terangnya sinar fajar. Allah SWT berfirman:

“Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah,” (Ali Imran: 110)

Dalam ayat ini, dinyatakan bahwa ciri kebaikan umat ini adalah dikarenakan memiliki tradisi amar ma’ruf dan nahi mungkar, disamping beriman kepada Allah. Penyebutan amar ma’ruf dan nahi munkar di ayat ini lebih didahulukan daripada penyebutan iman, padahal iman merupakan asas, karena iman kepada Allah itu merupakan ketentuan yang bersifat umum (dimiliki) antara umat-umat Ahlul Kitab semuanya. Tetapi amar ma’ruf nahi munkar merupakan kemuliaan umat Islam. Umat Islam adalah umat dakwah dan risalah, tugasnya menyebarkan yang ma’ruf dan memperkuatnya, dan mencegah yang munkar serta menghancurkannya.

Dalam ayat lain Allah Swt. berfirman: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung,” (Ali Imran: 104)

Ayat di atas memiliki dua makna; yang pertama kalimat “min” berarti littajrid, dengan demikian artinya hendaklah kamu menjadi ummat yang selalu mengajak kepada kebajikan. Makna tafsirnya: hendaklah seluruh ummat Islam menjadi penyeru kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran, masing-masing sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya, sehingga termasuk berhak memperoleh keberuntungan.

Makna yang kedua, kata “min” berarti littab’idh, artinya hendaklah ada satu kelompok dalam umat Islam yang memiliki spesialisasi, memiliki kemampuan dan persiapan untuk mengemban kewajiban dakwah. Yang dimaksud “thaifah” dalam (Ali Imran:104) adalah kemlompok umat Islam secara umum dan ulil amri secara khusus. Maka umat Islam harus mendukung, secara moril maupun materiil, untuk mewujudkan “thaifah” ini yang hukumnya adalah fardhu kifayah.

Tetapi makna pertama dan makna kedua bisa juga diterapkan secara bersama-sama. Setiap individu di dalam umat Islam terkena kewajiban melaksanakan kewajiban ini. Kewajiban ini lebih ditekankan lagi ketika di sekitarnya ada kemungkaran, sehingga ketika seorang mukmin tidak ada aktifitas melakukan nahi mungkar maka imannya telah melayang, sebagaimana sabda Rasulullah saw

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ

“Barangsiapa melihat sebuah kemungkaran hendaklah ia ubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka ubahlah kemungkaran itu dengan hatinya, itulah selemah-lemah iman” (Muslim)

Di dalam hadis lain dikatakan

فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ

Siapa yang berjihad terhadap dia dengan tangannya maka ia mukmin, yang berjihad terhadap mereka dengan lisannya dia mukmin, yang berjihad dengan hatinya ia mukmin, dan selain dari itu tidak ada iman padanya meskipun seberat biji sawi (HR Muslim)

Tetapi kadang-kadang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar tidak cukup untuk dilaksanakan secara individu-individu. Karena itu hendaklah di suatu masyarakat ada kelompok untuk melaksanakan tugas ini. Pembentukan kelompok itu adalah wajib kifayah.

Dengan adaya sekelompok umat ini, maka umat Islam akan mampu memerintah dan melarang, karena hal itu adalah perkara yang lebih khusus dan lebih besar daripada sekedar mau‘izhah dan tadzkir (nasehat dan peringatan). Setiap orang yang mempunyai lidah, ia bisa memberi nasehat dan peringatan, tetapi tidak selamanya bisa memerintah dan melarang. Dan yang dituntut oleh ayat tersebut adalah mewujudkan ummat yang mampu berdakwah, memerintah dan melarang.

Dalam Surat Al Hajj, Al-Quran menjelaskan kewajiban yang harus dilakukan oleh umat Islam saat memegang kekuasaan adalah mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat baik dan mencegah kejahatan. (al-Hajj: 41). Amar ma’ruf dan nahi munkar’ setelah shalat dan zakat adalah faktor terpenting dalam Daulah Islamiyah. Setelah Allah memberikan daulah itu kepada ummat Islam dan memenangkan atas musuhnya. Bahkan mereka tidak berhak memperoleh pertolongan Allah kecuali dengan melaksanakan tugas itu, sebagaimana diterangkan dalam dua ayat tersebut.

Inilah kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia merupakan lambang wajibnya takaful (saling memikul beban) secara moral di antara kaum Muslimin, sebagaimana zakat merupakan lambang atas wajibnya takaful materi di antara mereka. Rasulullah Saw menggambarkan takaful adabi (moral) dengan ilustrasi yang menarik sekali. Rasulullah Saw bersabda:

“Perumpamaan orang yang berpegang dengan hukum-hukum Allah dan yang melanggarnya itu bagaikan kaum yang sama-sama menaiki kapal, sebagian ada yang di atas dan sebagian ada yang di bawah, orang-orang yang berada di bawah apabila ingin mengambil air mereka mesti melalui orang-orang yang berada di atas, lalu orang-orang yang di bawah itu berkata, “Seandainya kita lubangi (kapal ini) untuk memenuhi kebutuhan kita maka kita tidak usah mengganggu orang-orang yang ada di atas kita!” Maka jika orang-orang yang di atas itu membiarkan kemauan mereka yang di bawah, akan tenggelamlah semuanya, dan jika mereka menahan tangan orang-orang, yang di bawah, maka akan selamat, dari selamatlah semuanya,” (HR Bukhari).

Sesungguhnya seburuk-buruknya sesuatu yang menimpa masyarakat adalah zalimnya para thaghut atau takutnya rakyat terhadap mereka, sehingga tidak ada suara haq, dakwah, nasihat, amar ma’ruf dan nahi munkar. Dengan demikian hancurlah mimbar-mimbar perbaikan, semakin surut nilai-nilai kekuatan dan semakin layu pula pohon-pohon kebaikan, sementara kejahatan dan para penyerunya semakin berani untuk bermunculan dan menyebarkannya, sehingga mereka berhasil membuka pasar-pasar kerusakan, memasarkan dagangan Iblis dan tentaranya, tanpa ada yang melawan dan menghentikan.karena itu, Allah akan mendatangkan azab kepada masyarakat tersebut.

Yang lebih buruk lagi jika hati masyarakat Islam telah mati atau paling tidak sakit, setelah lamanya bergaul dengan kemungkaran dan mendiamkannya, sehingga kehilangan rasa keberagamaan dan akhlaknya. Yang dengan perasaan itu akan diketahui yang ma’ruf dari yang mungkar. Mereka telah kehilangan kecerdasan yang (seharusnya) mampu membedakan antara yang baik dengan yang buruk, yang halal dan yang haram, yang lurus dan yang menyimpang, maka ketika itu rusaklah standar masyarakat. Sehingga mereka melihat perkara yang sunnah menjadi bid’ah, yang bid’ah menjadi sunnah.

Gejala lain adalah apa yang saat ini kita lihat dan rasakan di kalangan kebanyakan anak-anak kaum Muslimin, yaitu anggapan bahwa beragama itu suatu kemunduran, istiqamah dan teguh dalam pendirian justru dianggap jumud (beku), sementara kemaksiatan dikatakan sebagai seni, kekufuran menjadi sebuah kebebasan, dekadensi moral menjadi suatu kemajuan dan memanfaatkan warisan salaf dianggap keterbelakangan dalam berfikir. Sampai pada hal-hal yang tidak kita ketahui, atau dengan kata lain yang singkat, yang ma’ruf telah menjadi munkar, dan yang munkar telah menjadi ma’ruf dalam pandangan mereka.

Lebih buruk dari itu semua ketika suara kebenaran itu mulai meredup (hilang), sementara teriakan kebathilan semakin menggelora memenuhi seluruh penjuru dunia untuk mengajak pada kerusakan, memerintahkan untuk berbuat kemungkaran dan melarang dari yang ma’ruf. Itulah teriakan orang-orang munafik. Alquran mengatakan bahwa mereka adalah penghuni neraka dan kekal di dalamnya(at-Taubah: 67-68).

Sifat-sifat itu sangat bertentangan dengan sifat-sifat masyarakat Islam, suka menolong, mengajak kepada kebaikan, mencegah kemunkaran, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan taat pada allah dan rasul-Nya. (at-Taubah : 71).

Sesungguhnya berbagai tahapan dalam kemerosotan dan kerusakan itu saling terkait antara satu tahapan dengan tahapan yang lainnya. Hal-hal yang syubhat menarik atau mengarahkan pada terjadinya dosa-dosa kecil, dan dosa-dosa kecil itu menarik atau mengarahkan pada dosa-dosa besar, sedangkan dosa-dosa yang besar itu mengarah pada kekufuran. Semoga Allah melindungi kita dari yang demikian.

Yang penting adalah memperkuat pelaksanaan kewajiban yang besar ini dan menghidupkannya kembali, serta menghidupkan aktivitas dakwah, yang dengannya akan sanggup melaksanakan syiar ini dalam kehidupan yang nyata. Dan para da’i dalam hal ini memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat Islam.

Kita penting membentuk opini umum dan pengaruhnya dalam mengawasi dan memelihara prinsip-prinsip umat, akhlak, moral dan meluruskan apa-apa yang dianggap bengkok (tidak benar) dari masalah-masalah kehidupan, kita juga wajib beramar ma’ruf nahi munkar yang menjamin tercapainya tujuan dakwah Islam yang bersandar pada akhlak Islami, tata susila yang paling benar, paling adil, paling kekal dan paling kuat. Standar tersebut diambil dari Al Haq yang ‘azali dan abadi, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar