Jumat, 25 September 2009

Membangun Izzah Generasi Muda Muslim

Upaya melemahkan jiwa para mujahid dilakukan melalui tiga tahap: intervensi ideologi, melemahkan loyalitas, dan mengalihkan komitmen. Melalui informasi Qur’an kita mengetahui, musuh Islam memanfaatkan kondisi umat Islam sendiri seperti:

Pertama, Takut didustakan. Allah Swt. berfirman:

Berkata Musa: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku. Dan karenanya, sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku, maka utuslah (Jibril) kepada Harun.” (Qs. Asy-Syu’araa’, 26: 12-13).

Firman Allah Swt di atas, menggambarkan suasana kejiwaan orang-orang yang diamanahi memikul tanggung jawab besar. Para pengemban dakwah seringkali merasa terhimpit dadanya, karena disatu segi ia harus menyampaikan seruan kebenaran Illahi. Tapi, pada segi lain ia khawatir dan takut seruannya akan didustakan oleh masyarakat apabila disampaikan secara terus terang.

Kekhawatiran untuk didustakan, merupakan hambatan psikologis, yang membuat para da’i atau mubaligh gagal menyampaikan dakwah. Apalagi, ada muatan kepentingan finansial. Belum apa-apa sudah takut bayangan diri sendiri. Mental ini masih sangat kuat di kalangan Mujahid Islam.


Kedua, mudah diprovokasi.

Berangkat dari pemikiran takut didustakan orang dan tidak berani membawa misi Islam dengan berterus-terang. Kita melihat fakta, dalam rangka melaksanakan Islam mengikuti haluan Ahlu Sunnah wal Jama’ah, NU nggandol (numpang) pada Nasakom buatan Soekarno. Demikian pula dengan Muhammadiyah, untuk melaksanakan program amar ma’ruf nahi mungkar, mereka nggandol pada Asas Tunggal Pancasila. Mengapa umat ini tidak pernah diajak mandiri, maju melangkah bersama Islam, membangun Indonesia bersyari’at? Maka hal itu juga diperingatkan oleh Allah Swt dalam Surat Al-Isra’ ayat 73

“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia.”
Orang-orang kafir senantiasa berfikir mencari cara mengelabuhi Kaum Muslim, dan usaha mereka itu nyaris berhasil. Fitnah yang mereka lancarkan pun hanya bermuara pada satu titik, yaitu agar jangan sampai ada diantara Umat Islam yang menyampaikan wahyu dari Allah kepada manusia lainnya. Ketakutan-ketakutan seperti itu yang menjadikan sebagian da’i menyembunyikan apa yang seharusnya ia sampaikan. Jika sudah demikian, maka kita harus gentle mengakui bahwa propaganda-propaganda yang dilakukan oleh orang-orang kafir itu telah berhasil.

Ketakutan tidak dijadikan teman oleh orang-orang kafir, ketakutanan dikatakan sebagai orang yang tidak demokratis, menjadikan orang yang notabene dianggap paham agama rela sesumbar mengatakan bahwa cita-cita perjuangan menegakkan Syari’at Islam adalah suara sumbang yang tidak layak diteruskan.

Ketiga, penghancuran citra Islam di mata orang Islam.

Sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah Swt dalam Surat Al-Israa’ ayat 76 yang menyangkut pribadi Rasulullah Saw yaitu:

Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Makkah) untuk mengusirmu daripadanya, dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja.”

Metode pengucilan ini dirasa oleh orang-orang Musyrik dan kafir sebagai metode yang masih cukup ampuh diterapkan. Pengucilan pernah dilancarkan kepada Rasulullah Saw zaman dahulu, zaman sekarang pun tidak jauh berbeda, sama-sama ingin menjadikan Kaum Muslim gerah tinggal dinegerinya sendiri.

Upaya memberikan citra Islam yang tidak toleran, merasa paling benar, gerakan Islam sebagai ancama institusi kenegaraan, dan berbagai citra negatif lainnya, menjadi bukti nyata gencarnya propaganda mereka. Apalagi setelah kebobrokan-kebobrokan mereka sebagai kaki-tangan Zionis di tampakkan, menjadikan ghirah mereka semakin memuncak untuk membangun satu aliansi mengucilkan perjuangan Syari’at Islam.

Sebagaimana kaum kafir Quraisy mengucilkan Rasulullah Saw, mereka tidak mampu menerima kenyataan, Muhammad muda yang dahulu bergitu mereka cintai, sayangi, tatkala sudah dewasa malah menyalahkan tradisi yang telah lama berkembang pada masyarakat mereka. Mereka tidak terima diminta meninggalkan khamer, tidak sudi diminta meninggalkan berhala, tidak rela adat-istiadat dan segala kebiasaan sesat mereka disalahkan.

Itulah ciri khas kaum Musyrik, dimanapun dan kapanpun mereka berada, mereka tidak mau menerima nasihat dari orang lain, kendati mereka tidak berdaya berkelit dari kesesatannya.

Keempat, adanya intrik-intrik kotor yang dipraktekkan oleh musuh-musuh Islam.

Sebagaimana perilaku Fir’aun ketika menghadapi Nabi Musa As, dia mengundang seluruh tukang sihir yang ada dipenjuru negerinya untuk mengalahkan Musa As yang ia sangka penyihir pula.

Demikian pula dengan kondisi sekarang, orang-orang yang tidak pernah rela dengan Syari’at Islam mengumpulkan para pakar yang mereka anggap mumpuni untuk bersama-sama merumuskan argumentasi bahwa aturan-aturan Allah yang tertuang dalam al Qur’an memang tidak layak dan sudah ketinggalan zaman untuk mengatur manusia sekarang. Mereka bersatu-padu menghadapi Para Mujahidin, musuh yang dianggap lebih berbahaya dari Israel atau Amerika sekalipun.

Ada beberapa isu yang senantiasa mereka kumandangkan dalam rangka menjegal diberlakukannya Syari’at Islam, yaitu: isu mengenai tidak adanya nash dalam al Qur’an yang memerintahkan mendirikan negara Islam. Bahkan mereka berani menantang untuk dicarikan ayat yang menyinggung tentang negara. Demikian juga dengan Nabi Muhammad Saw, dalam pandangan mereka, beliau tidak pernah memerintahkan dibentuknya negara Islam di Madinah.

Tidak adanya perintah itu terbukti dari fakta munculnya negara Khilafah yang merupakan ijtihad para sahabat. Sistem Khilafah itu pun mengalami perubahan menjadi sistem kerajaan pada masa Muawiyah. Bagi orang-orang yang anti Syari’ah Islam, kalau sekiranya Khilafah merupakan sistem yang menjadi ketentuan Syari’at Islam, lantas mengapa sistem itu berubah menjadi sistem kerajaan pada masa Muawiyah yang notabene kenal dengan Rasulullah Saw?.

Selain itu, demi melihat negara-negara di kawasan Timur Tengah sebagai negara-negara yang ‘doyan perang’, mereka berkeyakinan bahwa negara yang menerapkan Syari’at Islam pasti tidak akan mencapai ketentraman. Pandangan itu muncul dari keyakinan mereka bahwa aturan yang diinginkan oleh perkembangan zaman berbeda dengan apa yang ditawarkan oleh Syari’at Islam.

Perkembangan zaman, baik bidang ekonomi, politik, sosial kemasyarakatan, kebebasan berpendapat, dan lain sebagainya, tidak sejalan dengan Islam. Salah satu contoh yang paling nyata adalah kasus perbank-kan. Bagi mereka, bank tidak akan mungkin maju tanpa menerapkan sistem riba. Demikian juga negara, tidak mungkin berkembang tanpa menjunjung tinggi kebebasan berekspresi, tidak mungkin maju tanpa menghilangkan aturan-aturan yang serba mengekang. Dengan kebebasan itulah, orang bisa berinovasi, dan dengan inovasi orang bisa merengkuh kemajuan.

Disamping tidak adanya Negara Islam dengan perangkat syari’ahnya yang mampu mempertontonkan kemajuan yang signifikan, pandangan para penentang Syari’ah Islam semakin tidak bersahabat ketika melihat para ulama tidak memiliki kesepahaman pandangan mengenai wajibnya pemberlakuan Syari’at Islam sebagai total solution mengatasi problem ummat. Lantas bagaimana mungkin suatu sistem diharapkan mampu mengatasi persoalan manusia, sementara internnya saja masih kacau?

Pertanyaannya, sanggupkah umat Islam menghadapi argumen-argumen semacam itu?. Menghadapi dengan hujjah yang dibangun atas dasar emosional tentu bukan pilihan bijak, atau menghadapi mereka hanya dengan berteriak Allahuakbar, tentu bukan pilihan cerdas. Tetapi kemampuan menghadapi dengan kekuatan ilmu, itulah yang dibutuhkan.

Sebagaimana diancamkan oleh Fir’aun kepada Musa As dalam surat Asy Syu’araa’ ayat 29,
“Fir’aun berkata: ‘Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan’”.

Inilah gambaran ke depan tantangan yang akan dihadapi oleh umat Islam. Oleh karenanya, tidak perlu heran dan kaget bila hal itu benar-benar terealisir. Kebencian terhadap Syari’at Islam akan menjadikan mereka tidak pernah miskin ide untuk menciptakan perangkap-perangkap baru menjaring buruannya. Sebagaimana yang pernah dipraktekkan oleh mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Muhammad, terhadap aktivis-aktivis PAS. Mahathir memerintahkan penangkapan terhadap aktivis-aktivis itu ketika mereka sedang bersidang, dengan tuduhan Subversi, melawan pemerintah. -laskarmujahidin-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar